ISLAM DAN PROBLEMATIKA EKONOMI
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Dasar-dasar Ekonomi Islam
Dosen pengampu Ali Samsuri, M.EI.
Disusun Oleh:
Nur Azizah (931332014)
Mega Lestari (931332414)
Durrotul Masturin (931332714)
Rysna Nur PP (931332914)
PRODI EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2015
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirobbil’alamien, segala puji
syukur kami panjatkan
atas Allah S.W.T yang
telah melimpahkan rahmat
dan hidayah–Nya
sehingga kami dapat
menyelesaikan salah satu
tugas makalah yang
menurut kami tidak
mudah ini dengan
tepat waktu.
Berikut ini
kami selaku penulis
mempersembahkan sebuah
makalah dengan tema
“Islam dan Problematika Ekonomi“
yang insyaallah akan memberikan manfaat
yang tidak sedikit kepada
rekan–rekan untuk mempelajari
sedikit tentang apa sajakah Problematika Ekonomi dalam Islam.
Melalui kata
pengantar yang cukup
sederhana ini, kami selaku
penulis mohon maaf
apabila terdapat kesalahan
dalam hal penalaran
materi beserta kesalahan–kesalahan yang
lain yang hanya
dapat dinilai oleh
rekan–rekan sekalian.
Kami menyadari
bahwasannya terdapat banyak
kekurangan dalam makalah
yang kami susun
ini, karena itu
kami mengajak rekan–rekan
sekalian untuk bersama–sama
memberikan kritik dan
saran yang sifatnya
membangun untuk kepentingan
dan kemajuan ilmu
pengetahuan ini.
Demikian yang dapat
kami paparkan seulas
mengenai makalah kami,
atas perhatian dan
partisipasi dari semua
rekan, kami sampaikan
Jazakumullahu Khoiron Katsiron...
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Kediri,
12
Maret 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sebagai seorang muslim, kita yakin bahwa melalui
Al-Qur’an dan As-Sunnah, telah diatur garis besar aturan untuk menjalankan
kehidupan ekonomi, karena dari Al-Qur’an dan As-Sunnah lah hukum-hukum serta
cara untuk menjalankan kehidupan ekonomi yang benar dan tidak menyalahi aturan
agama. Banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan tentang
tindakan-tindakan yang benar dalam kehidupan ekonomi, dan hal ini seharusnya
dapat diterima dan dijalankan oleh semua golongan.
Sebagai seorang muslim yang taat akan aturan
agama, kita dituntut untuk mengapresiasikan ajaran Islam dalam semua aspek
kehidupan, termasuk di dalamnya adalah kehidupan ekonomi. Maka dari itu,
mempelajari sitem ekonomi Islam merupakan sebuah keharusan, yang kemudian juga
kita dituntut untuk mengamalkan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari
sebagaimana mestinya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian Ekonomi Islam?
2. Bagaimana pandangan Islam terhadap Ekonomi?
3. Bagaimana Problematika Ekonomi Islam?
4. Bagaimana Solusi Problematika Ekonomi Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ekonomi
Islam
Ilmu Ekonomi Islam merupakan Ilmu Pengetahuan
sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh
nilai-nilai Islam. Sejauh mengenai masalah pokok kekurangan, hampir tidak
terdapat perbedaan apapun antara ilmu ekonomi Islam dengan ilmu ekonomi modern.
Andaipun ada perbedaan itu terletak pada sifat dan volumenya. Itulah sebabnya
mengapa perbedaan pokok antara kedua sistem ekonomi dapat dikemukakan dengan
memerhatikan penanganan masalah pilihan.
Dalam membahas prespektif ekonomi Islam, ada satu
titik awal yang benar-benar harus kita perhatikan yaitu ekonomi dalam Islam
sesungguhnya bermuara kepada akidah Islam, yang bersumber dari syariatnya. Ini
baru dari satu sisi. Sedangkan dari sisi lain ekonomi Islam bermuara pada Al-Qur’an
Al-Karim dan As-Sunnah Nabawiyah yang berbahasa Arab.
Hakikat ekonomi Islam itu merupakan penerapan
syariat dalam aktivitas ekonomi. Pengertian ini sangat tepat untuk dipakai
dalam menganalisis persoalan-persoalan aktivitas ekonomi di tengah masyarakat.
Misalnya perilaku konsumsi masyarakat dinaungi oleh ajaran Islam, kebijaksanaan
fiskal dan moneter yang dikaitkan dengan zakat, sistem kredit dan investasi yang
dihubungkan dengan pelarangan riba.
B. Pandangan Islam
terhadap Ekonomi
Islam muncul sebagai sumber kekuatan yang baru
pada abad ke-7 Masehi, menyusul runtuhnya kekaisaran Romawi. Kemunculan itu
ditandai dengan berkembangnya peradaban baru yang sangat mengagumkan.
Kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan tekhnologi serta kehidupan social lainnya
termasuk ekonomi berkembang secara menakjubkan.
Islam adalah agama yang sempurna dan mempunyai
system tersendiri dalam menghadapi permasalahan kehidupan, baik yang bersifat
material maupun non material. Karena itu ekonomi sebagai satu aspek kehidupan,
tentu juga sudah diatur oleh Islam. Ini bisa dipahami, sebagai agama yang
sempurna, mustahil Islam tidak dilengkapi dengan sistem dan konsep ekonomi.
Suatu sistem yang garis besarnya sudah diatur dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Ekonomi Islam sesungguhnya secara inheren
merupakan konsekuensi logis dari kesempurnaan Islam itu sendiri. Islam haruslah
dipeluk secara kafah dan koprehensif oleh umatnya. Islam menuntut kapada
umatnya untuk mewujudkan keislamannya dalam seluruh aspek kehidupannya.
Sangatlah tidak masuk akal, seorang muslim yang menjalankan sholat lima waktu,
lalu dalam kesempatan lain ia juga melakukan transaksi keuangan yang menyimpang dari ajaran Islam.
Dalam mewujudkan kehidupan ekonomi sesungguhnya
Allah telah menyediakan sumber daya-Nya di alam raya ini. Allah SWT
mempersilahkan manusia untuk memanfaatkannya, sebagaiman firman-Nya dalam:
1. QS. Al Baqarah (2) ayat 29:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى
السَّمَاء فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ -٢٩-
“Dia-lah (Allah) yang Menciptakan segala apa yang ada di bumi
untukmu kemudian Dia Menuju ke langit, lalu Dia Menyempurnakannya menjadi tujuh
langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”
2. QS Al Jatsiyaah (45) ayat 12 dan 13:
اللَّهُ الَّذِي سخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيهِ
بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِن فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ -١٢- وَسَخَّرَ
لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعاً مِّنْهُ إِنَّ فِي
ذَلِكَ لَآيَاتٍ لَّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ -١٣-
”Allah-lah yang Menundukkan laut untukmu agar
kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, dan agar kamu dapat
mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur (12). Dan Dia Menundukkan
apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai
rahmat) dari-Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.(13)”
Menurut para ahli,
“ekonomi” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “oicos” dan “nomos” yang
berarti rumah dan nomos yang berarti aturan. Jadi, ekonomi
ialah aturan-aturan untuk untuk menyelenggarakan kebutuhan hidup manusia dalam
rumah tangga, baik dalam rumah tangga rakyat (volkshuishouding) maupun
dalm rumah tangga negara (staatshuishouding).
Dalam bahasa arab
dinamakan mu’amalah maddiyah sebagaimana yang sudah kami sebutkan di
atas, ialah aturan-aturan tentang pergaulan dan perhubungan manusia mengenai
kebutuhan hidupnya. Lebih tepat lagi dinamakan iqtishad. Karena
luasnya kaidah ekonomi, pembahasan dalam ilmu ekonomi terbagi pada:
1.
Ekonomi sebagai usaha hidup dan pencarian manusia dinamakan economy
cal life.
2.
Ekonomi dalam rencana suatu pemerintahan dinamakan political
economy.
3.
Ekonomi dalam teori dan pengetahuan dinamakan economical
science.
Dengan lengkapnya, soal-soal ekonomi ini
disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam suatu hadist yang diriwayatkan
Bukhari, Muslim dan Nasa’i dari Zubair bin Awwam.
لأن ياء خذ أحدكم حبله فياء تي بحزمة الحطب على ظهره فيبعها
فيكف الله بها وجهه أويتصدق بها خير له من أن يسأل الناس أعطوه أومنعوه
Artinya: “seseorang yang membawa tali (pada pagi
hari) berangkat mencari dan mengerjakan kayu bakar ke bukit-bukit, lalu
menjualnya, memakannya, dan menyedekahkannya lebih baik daripada hidup
meminta-minta kepada manusia lainnya”.
Dengan contoh yang
sangat sederhana dan klasik, Nabi dapat menegaskan soal-soal ekonomi dalam
bagiannya:
1.
Mengerjakan kayu bakar berarti berusaha menambah produksi.
2.
Berusaha menjualnya berarti mengerjakan distribusi
(pembagian).
3.
Memakannya berarti memenuhi konsumsi (pemakaian).
4.
Menyedekahkan kepada orang lain berarti mengerjakan rencana
sosial.
Sesuai pula dengan teori ekonomi tentang tingkatan kemajuan perekonomian
bahwa pada mulanya masing-masing orang memborong sendiri pekerjaan segala
rencana ekonomi ini. Setelah lapangan ekonomi meluas, barulah tiap-tiap rencana
tersendiri daripada rencana dikerjakan lainnya. Caranya ialah:
1. Pada zaman purbakala setiap orang menjadi produsen
(pengusaha) dan menjadi konsumen pula (pemakai). Setelah perhubungan manusia
sedikit meluas, timbullah bagian yang ketiga, yaitu distributor (pembagi),
golongan saudagar.
2.
Pada mulanya manusia dapat mengerjakan sendiri ketiganya,
yaitu mengusahakan (produsen), menjual (distributor), dan memakai (konsumen).
Akan tetapi, satu per satu kemudian berdiri sendiri dan dikerjakan oleh banyak
orang (produsen sendiri, distributor sendiri dan konsumen sendiri pula). Di
zaman modern ini, lapangan ketiganya sangat luas. Rencana ekonomi banyak
bercabang-cabang dan tiap-tiap cabang tidak lagi dikerjakan satu orang atau satu
bangsa, tetapi memerlukan tenaga banyak orang atau berbagai bangsa.
Banyak sekali hadis Nabi yang bersamaan maksudnya dengan hadis di atas, di
antaranya hadis dari Abu Hurairah r.a yang diriwayatkan Imam Muslim.
لان يغد و أ حد كم فيحتطب على ظهره ليتصدق به وليستغني عن الناس خير من أن
يسأل رجلا أعطاه أومنعه ذلك بأن اليد العليا خيرمن اليد السفلى
Artinya:
“Seorang yang di pagi hari pergi mencari dan
memikul kayu bakar di atas punggungnya, lalu menyedekahkan hasil penjualannya
kepada orang lain dan (atau) mencukupkan kebutuhan orag lain adalah lebih baik
dari pada orang yang meminta dan mengemis kepada orang lain, baik diberinya
ataupun tidak diberinya. Demikian, karena tangan di atas (yang memberi) lebih
baik dari pada tangan yang di bawah (yang menerima).”
Penegasan pendirian dalam hadis ini adalah bahwa tangan di atas (yang
memberi) jauh lebih baik dari pada tangan di bawah yang meminta dan menerima.
Selain perintah bekerja, banyak pula hadis yang menegaskan larangan meminta dan
mengemis kepada orang lain.
Dalam hadis yang diriwayatkan dari Abdur Rahman bin ‘Auf, disebutkan bahwa
Nabi bersabda:
لايفتح عبد باب مسأ لة إلافتح الله عليه باب فقر
Artinya:
“Seorang hamba (manusia) yang membuka pintu
meminta minta, Allah akan membuka baginya pintu kefakiran.”
Kedua sahabat yang menerima hadis tentang kerja dan meminta minta ini,
adalah Zubair bin Awwam dan Abdur Rahman bin ‘Auf. Keduanya mendapat cambuk
yang hebat dari sabda sabda Nabi Muhammad SAW tersebut. Keduanya pun terkenal
sebagai sahabat yang rajin berusaha, dan termasyhur kekayaannya di antara para
sahabat, serta banyak jasanya dalam perjuangan Islam dan amal sosial.
Meskipun dalam hadis hadis itu disebutkan contoh usaha yang sangat
sederhana, seperti mencari kayu bakar, mengemis, dan meminta minta, semuanya merupakan
contoh yang tepat bagi persoalan perekonmian manusia. Begitu pula, dalam hal
teknik pekerjaan di masa yang tampaknya sangat primitif, yaitu beberapa cabang
ekonomi berlaku pada diri seorang manusia. Padahal di zaman modern ini, setiap
cabang dikerjakan oleh begitu banyak tenaga manusia.
Titik berat semua hadis Nabi Muhammad SAW di atas bukanlah pada keharusan
tiap-tiap orang untuk mewujudkan sendiri ketiga-tiganya (produksi, distribusi,
dan konsumsi). Letak wujudnya ialah bahwa rencana ekonomi mempunyai banyak
cabang yang memerlukan banyak sekali tenaga manusia, baik secara bersama-sama
atau masing-masing. Begitulah, rencana ekonomi menjadi pekerjaan raksasa dari
dunia Internasional pada masa kita ini yang menjadi rebutan dan perjuangan
negara-negara besar di dunia.
Di dalam hadist itu, selain menyebutkan tiga macam rencana ekonomi di atas
(produksi, distribusi, dan konsumsi), ada juga yang menegaskan rapatnya
hubungan ekonomi dengan sosial. Dalam Islam tidaklah dapat dibenarkan bahwa
perjuangan ekonomi hanyalah dipusatkan pada kepeningan material semata-mata
dengan melupakan moral dan rasa kemanusiaan.
Rencana ekonomi yang terlepas sama sekali dari rencana soaial akan
berjalan pincang, menimbulkan kezaliman dan kepincangan. Rencana ekonomi harus
ditujukan kepada kesejahteraan sosial serta kemakmuran masyarakat.
C. Problematika
Ekonomi Islam
Problematika
kehidupan yang dihadapi umat Islam di Indonesia, memang tidak sedikit dan
bahkan dapat dikatakan sangat banyak. Satu di antara sekian banyak problematika
umat tersebut terletak pada bidang ekonomi. Problematika tersebut
sekurang-kurangnya mencakup:
1. Tingkat penghasilan (Riil) yang rendah.
2. Tingkat peran serta dan kemampuan bersaing yang
rendah dalm pengelolaan sumber-sumber ekonomi nasional.
3. Tingkat pengangguran yang tinggi.
4. Keterbatasan kemapuan dalam mengelola kegiatan
bisnis.
5. Keterbatasan kemampuan dalam mendaya gunakan
sumber-sumber informasi dan tekhnlogi industri.
6. Ketidakmerataan kemakmuran dan kesejahteraan hidup
yang tinggi, dll.
Problematika
ekonomi umat ini terbungkus rapih dan tersembunyi dibalik wajah kemiskinan dan
kesengsaraan umat. Wajah kemiskinan dan kesengsaraan yang menghiasi kehidupan
umat sehari-hari itu, jelas bukan merupakan sesuatu “kondisi ideal” yang harus
dipertahankan. Rasulullah SAW sendiri pernah mengatakan bahwa kefakiran itu
bisa membawa umat, atau lebih tegas lagi menjerumuskan umat kedalam lembah
kekafiran.
Maka dari itu,
usaha-usaha untuk memecahkan atau mengusahakan jalan keluar atas problematika
eknomi umat itu, bukan saja perlu dilakukan melainkan juga wajib dijalankan
oleh para pemimpin umat dan umat itu sendiri. Tampaknya tidak berlebihan
kiranya kalau dikatakan bahwa usaha memberantas kemiskinan umat, sesungguhnya
merupakan bagian tidak terpisahkan dari usaha-usaha mempertahankan akidah dan
keimanan umat, yang kedudukan “hukum” nya termasuk dalam kategori wajib.
D. Solusi Problematika
Ekonomi Islam
Usaha-usaha serius untuk memecahkan problematika
ekonomi umat di Indonesia, selain menghadapi masalah keterbatasan sumber
infrmasi dan data, serta konsepsi teoritis, juga menemui masalah pragmatis yang
lebih bersifat nonekonomis atau tepatnya “Masalah politik” dan “Masalah
kelembagaan” diantara kedua bentuk factor penghambat ini, maka factor
penghambat yang bersifat nonekonomis agaknya jauh lebih sulit dipecahkan.
Karena, hambatan yang bersifat nonekonomis tersebut, biasanya dijalankan
terjalin erat dengan berbagai macam bentuk sumber kekuatan yang dimiliki
pemerintah atau “Aparat Penguasa”.
Hambatan nonekonomis ini akan muncul bila
usaha-usaha perbaikan kondisi ekonomi umat itu, dinilai sebagai suatu proses
pengejawantahan ajaran Islam atau lebih khusu lagi syariat Islam di dalam
kehidupan umat sehari-hari. Penilaian atau anggapan bahwa mekanisme kehidupan
ekonomi yang bermuatan syariat Islam, kelak pada gilirannya akan membawa umat
ke dalam kesadaran untuk menumbuhkembangkan konsepsi daulah islamiyah, yang
bermuara pada gerakan pembentukan Negara Islam.
Komunikasi dan informasi timbal balik antara para
pemimpin umat dan pihak “Pengendali Ekonomi Negara” sungguh perlu dilakukan
secara intensif dan efektif. Karena dengan adanya komunikasi dan informasi ini,
perbedaan pandangan yang selama ini terjadi mengenai “Ketidakberdayaan ekonomi
umat” akan dapat dikurangi dan dirumuskan “titik temu” nya. Pelembagaan forum
komunikasi dan informasi tentang pemberdayaan ekonomi umat ini, tampaknya
memang perlu dilaksanakan dan dikelola secara prfesional. Barangkali dengan
adanya forum seperti ini, usaha-usaha untuk memberikan muatan keislaman
terhadap kebijakan makro dalam pengelolaan kegiatan ekonomi nasional, bisa
memberikan hasil yang baik dan nyata.
Dalam rangka mempermudah dan memperlancar proses
perbaikan ekonomi umat, memang diperlukan dukungan kebijakan makro ekonomi yang
bermuatan keislaman. Karena, cepat atau lambat kebijakan makro ekonomi yang
diberlakukan pemerintah akan muncul sebagai economic environment-lingkungan
luar kehidupan ekonomi-bagi kegiatan ekonomi umat sehari-hari.
Dalam rangka mencari pemecahan terhadap
permasalahan ekonomi umat, jelas diperlukan adanya kebijakan ekonomi makro dan
“Politik ekonomi”, yang berorientasi pada upaya pembinaan kelompok usaha kecil
dan usaha menengah. Perkembangan yang terjadi dalam lingkungan kelompok usaha
kecil dan usaha menengah di Indonesia, bisa megakibatkan terjadinya perbaikan
terhadap kondisi dan kekuatan ekonomi umat. Dalam hubungan inilah usaha-usaha
perlindungan dan pembinaan terhadap kelompok usaha kecil dan usaha menengah,
yang kini sedang gencar-gencarnya dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, perlu dilihat sebagai “Bagian integral” dari rangkaian usaha
pengembangan kekuatan ekonomi umat.
Pengembangan ekonomi umat di Indonesia yang
merupakan persoalan besar yang dihadapi dan harus diupayakan pemecahannya oleh
umat itu sendiri. Dalam rangka mencapai sasaran pengembangan ekonomi umat itu
diperlukan perhatian khusus terhadp kelompok usahawan umat, terutama yang
bergerak dalam sektor usaha berskala kecil. Dengan perkataan lain bahwa
pengembanan dan pembinsaan usahawan umat yang mengelola usaha berskala kecil,
bisa dikatakan sebagai bagian penting dalam usaha-usaha pengembangan ekonomi
umat secara keseluruhan.
Komunikasi, koordinasi dan konsultasi antara
masyarakat usahawan umat dan instansi pemerintah perlu ditingkatkan, supaya
terjalin suasana “saling pengertian” yang memungkinkan terjadinya titik temu,
terutama dalam rangka mencari solusi terbaik terhadap problematika yang
dihadapi para usahawan umat itu sendiri. Dengan adanya “saling pengertian”
tersebut, maka dapat diharapkan adanya “kebijaksanaan ekonomi makro”, yang
penerapannya berorientasi dan menguntungkan bagi aktivitas bisnis kelompok
usahawan umat.
Dalam konteks inilah diperukan adanya suatu business
network yang berwawasan keislaman, yang dikendalikan leh BMI (sebagai suatu
institusi ekonomi umat yang beroperasi berdasarkan syariat islam). Untuk
memberikan arah yang lebih baik terhadap kegiatan pengembangan ekonomi umat di
Indonesia, jelas diperlukan adanya karya akademis dan hasil-hasil penelitian,
dan secara khusus membahas segala sesuatu yang berkenaan dengan masalah ekonomi
islam secara khusus, baik pada aspek makro ekonomi maupun mikro eknomi. Ini
berarti usaha-usaha pengembangan kegiatan studi ekonoi islam, bukan saja perlu
dilanjutkan tapi juga perlu semakin dimasyarakatkan. Sehingga kehidupan ekonomi
umat bisa dijalankan dengan cara-cara yang lebih “mengena” dan lebih sesuai
dengan ajaran Islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Ilmu Ekonomi Islam merupakan Ilmu Pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai
Islam. Sejauh mengenai masalah pokok kekurangan, hampir tidak terdapat
perbedaan apapun antara ilmu ekonomi Islam dengan ilmu ekonomi modern.
2. Islam memiliki pandangan tersendiri mengenai
masalah perekonomian, serta memiliki dasar yang dijadikan sebagai acuan dalam
tindakan perekonomian. Ekonomi Islam sesungguhnya secara inheren merupakan
konsekuensi logis dari kesempurnaan Islam itu sendiri. Islam haruslah dipeluk
secara kafah dan koprehensif oleh umatnya. Islam menuntut kepada umatnya untuk
mewujudkan keislamannya dalam seluruh aspek kehidupannya. Sangatlah tidak masuk
akal, seorang muslim yang menjalankan sholat lima waktu, lalu dalam kesempatan
lain ia juga melakukan transaksi keuangan yang
menyimpang dari ajaran Islam.
3.
Jika melihat fakta yang ada, sejatinya dapat disimpulkn bahwa
terjadinya permasalahan ekonomi bukanlah diakibatkan karena faktor kelangkaan
barang dan jasa melainkan faktor kesenjangan ekonomi, yaitu tidak meratanya
distribusi kekayaan yang ada di masyarakat.
4.
Usaha-usaha serius untuk memecahkan problematika ekonomi umat
di Indonesia, selain menghadapi masalah keterbatasan sumber infrmasi dan data,
serta konsepsi teoritis, juga menemui masalah pragmatis yang lebih bersifat
nonekonomis atau tepatnya “Masalah politik” dan “Masalah kelembagaan” diantara
kedua bentuk faktor penghambat ini, maka faktor penghambat yang bersifat
nonekonomis jauh lebih sulit untuk dipecahkan.
B. Saran
Sistem Ekonomi Islam merupakan perwujudan dari paradigma Islam.
Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna
mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat
sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim
tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya
sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup secara limpah ruah di dunia, tetapi juga
dapat memenuhi kebutuhan sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada keseimbangan dalam
memenuhi kebutuhan di dunia maupun di akhirat nanti.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Kaaf, Abdullah Zaky. Ekonomi dalam
Prespektif Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2002.
Barkatullah, Abdul
Halim. Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Lubis, Surawadi K. Hukum
Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2000.
Nasution, Mustafa
Edwin., dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Pernada Media
Group, 2006.
P3EI. Ekonomi
Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.
Pradja, Juhaya. Ekonomi Syariah. Bandung: Pustaka
Setia, 2012.
Rozalinda. Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2014.
Sasono, Adi., dkk. Solusi Islam atas
Problematika Umat. Jakarta: Gema Insani Press, 1998.