Minggu, 23 Agustus 2015

2. Dasar-Dasar Ekonomi Islam-Islam dan Problematika Ekonomi





ISLAM DAN PROBLEMATIKA EKONOMI

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Dasar-dasar Ekonomi Islam
Dosen pengampu Ali Samsuri, M.EI.
Disusun Oleh:

Nur Azizah                (931332014)
Mega Lestari             (931332414)
Durrotul Masturin     (931332714)
Rysna Nur PP            (931332914)


PRODI EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2015

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirobbil’alamien,  segala  puji  syukur  kami  panjatkan  atas  Allah S.W.T  yang  telah  melimpahkan  rahmat  dan  hidayah–Nya sehingga  kami  dapat  menyelesaikan  salah  satu  tugas  makalah  yang  menurut  kami  tidak  mudah  ini  dengan  tepat  waktu.
Berikut  ini  kami  selaku  penulis  mempersembahkan  sebuah makalah  dengan  tema  “Islam dan Problematika Ekonomi“  yang  insyaallah  akan memberikan  manfaat  yang  tidak sedikit  kepada  rekan–rekan  untuk  mempelajari  sedikit tentang  apa  sajakah Problematika Ekonomi dalam Islam.
Melalui  kata   pengantar  yang  cukup  sederhana  ini,  kami selaku  penulis  mohon  maaf  apabila  terdapat  kesalahan  dalam  hal  penalaran  materi  beserta  kesalahan–kesalahan  yang  lain  yang  hanya  dapat  dinilai  oleh  rekan–rekan sekalian.
Kami  menyadari  bahwasannya  terdapat  banyak  kekurangan  dalam  makalah  yang  kami  susun  ini,  karena  itu  kami  mengajak  rekan–rekan  sekalian  untuk  bersama–sama  memberikan  kritik  dan  saran  yang  sifatnya  membangun  untuk  kepentingan  dan  kemajuan  ilmu  pengetahuan  ini.
Demikian  yang dapat  kami  paparkan  seulas  mengenai  makalah  kami,  atas  perhatian  dan  partisipasi  dari  semua  rekan,  kami  sampaikan  Jazakumullahu Khoiron Katsiron...
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Kediri, 12 Maret 2015



                      Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Sebagai seorang muslim, kita yakin bahwa melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah, telah diatur garis besar aturan untuk menjalankan kehidupan ekonomi, karena dari Al-Qur’an dan As-Sunnah lah hukum-hukum serta cara untuk menjalankan kehidupan ekonomi yang benar dan tidak menyalahi aturan agama. Banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan tentang tindakan-tindakan yang benar dalam kehidupan ekonomi, dan hal ini seharusnya dapat diterima dan dijalankan oleh semua golongan.
Sebagai seorang muslim yang taat akan aturan agama, kita dituntut untuk mengapresiasikan ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan, termasuk di dalamnya adalah kehidupan ekonomi. Maka dari itu, mempelajari sitem ekonomi Islam merupakan sebuah keharusan, yang kemudian juga kita dituntut untuk mengamalkan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana mestinya.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana pengertian Ekonomi Islam?
2.      Bagaimana pandangan Islam terhadap Ekonomi?
3.      Bagaimana Problematika Ekonomi Islam?
4.      Bagaimana Solusi Problematika Ekonomi Islam?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ekonomi Islam
Ilmu Ekonomi Islam merupakan Ilmu Pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Sejauh mengenai masalah pokok kekurangan, hampir tidak terdapat perbedaan apapun antara ilmu ekonomi Islam dengan ilmu ekonomi modern. Andaipun ada perbedaan itu terletak pada sifat dan volumenya. Itulah sebabnya mengapa perbedaan pokok antara kedua sistem ekonomi dapat dikemukakan dengan memerhatikan penanganan masalah pilihan.
Dalam membahas prespektif ekonomi Islam, ada satu titik awal yang benar-benar harus kita perhatikan yaitu ekonomi dalam Islam sesungguhnya bermuara kepada akidah Islam, yang bersumber dari syariatnya. Ini baru dari satu sisi. Sedangkan dari sisi lain ekonomi Islam bermuara pada Al-Qur’an Al-Karim dan As-Sunnah Nabawiyah yang berbahasa Arab.
Hakikat ekonomi Islam itu merupakan penerapan syariat dalam aktivitas ekonomi. Pengertian ini sangat tepat untuk dipakai dalam menganalisis persoalan-persoalan aktivitas ekonomi di tengah masyarakat. Misalnya perilaku konsumsi masyarakat dinaungi oleh ajaran Islam, kebijaksanaan fiskal dan moneter yang dikaitkan dengan zakat, sistem kredit dan investasi yang dihubungkan dengan pelarangan riba.                                                                                                                                                                                                                                                              
B.     Pandangan Islam terhadap Ekonomi
Islam muncul sebagai sumber kekuatan yang baru pada abad ke-7 Masehi, menyusul runtuhnya kekaisaran Romawi. Kemunculan itu ditandai dengan berkembangnya peradaban baru yang sangat mengagumkan. Kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan tekhnologi serta kehidupan social lainnya termasuk ekonomi berkembang secara menakjubkan.
Islam adalah agama yang sempurna dan mempunyai system tersendiri dalam menghadapi permasalahan kehidupan, baik yang bersifat material maupun non material. Karena itu ekonomi sebagai satu aspek kehidupan, tentu juga sudah diatur oleh Islam. Ini bisa dipahami, sebagai agama yang sempurna, mustahil Islam tidak dilengkapi dengan sistem dan konsep ekonomi. Suatu sistem yang garis besarnya sudah diatur dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Ekonomi Islam sesungguhnya secara inheren merupakan konsekuensi logis dari kesempurnaan Islam itu sendiri. Islam haruslah dipeluk secara kafah dan koprehensif oleh umatnya. Islam menuntut kapada umatnya untuk mewujudkan keislamannya dalam seluruh aspek kehidupannya. Sangatlah tidak masuk akal, seorang muslim yang menjalankan sholat lima waktu, lalu dalam kesempatan lain ia juga melakukan transaksi keuangan yang  menyimpang dari ajaran Islam.
Dalam mewujudkan kehidupan ekonomi sesungguhnya Allah telah menyediakan sumber daya-Nya di alam raya ini. Allah SWT mempersilahkan manusia untuk memanfaatkannya, sebagaiman firman-Nya dalam:
1.      QS. Al Baqarah (2) ayat 29:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاء فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ -٢٩-
“Dia-lah (Allah) yang Menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu kemudian Dia Menuju ke langit, lalu Dia Menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”
2.      QS Al Jatsiyaah (45) ayat 12 dan 13:
اللَّهُ الَّذِي سخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيهِ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِن فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ -١٢- وَسَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعاً مِّنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لَّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ -١٣-
”Allah-lah yang Menundukkan laut untukmu agar kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, dan agar kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur (12). Dan Dia Menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.(13)”
Menurut para ahli, “ekonomi” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “oicos” dan “nomos” yang berarti rumah dan nomos yang berarti aturan. Jadi, ekonomi ialah aturan-aturan untuk untuk menyelenggarakan kebutuhan hidup manusia dalam rumah tangga, baik dalam rumah tangga rakyat (volkshuishouding) maupun dalm rumah tangga negara (staatshuishouding).
Dalam bahasa arab dinamakan mu’amalah maddiyah sebagaimana yang sudah kami sebutkan di atas, ialah aturan-aturan tentang pergaulan dan perhubungan manusia mengenai kebutuhan hidupnya. Lebih tepat lagi dinamakan iqtishad. Karena luasnya kaidah ekonomi, pembahasan dalam ilmu ekonomi terbagi pada:
1.         Ekonomi sebagai usaha hidup dan pencarian manusia dinamakan economy cal life.
2.         Ekonomi dalam rencana suatu pemerintahan dinamakan political economy.
3.         Ekonomi dalam teori dan pengetahuan dinamakan economical science.
Dengan lengkapnya, soal-soal ekonomi ini disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam suatu hadist yang diriwayatkan Bukhari, Muslim dan Nasa’i dari Zubair bin Awwam.
لأن ياء خذ أحدكم حبله فياء تي بحزمة الحطب على ظهره فيبعها فيكف الله بها وجهه أويتصدق بها خير له من أن يسأل الناس أعطوه أومنعوه
Artinya: “seseorang yang membawa tali (pada pagi hari) berangkat mencari dan mengerjakan kayu bakar ke bukit-bukit, lalu menjualnya, memakannya, dan menyedekahkannya lebih baik daripada hidup meminta-minta kepada manusia lainnya”.
Dengan contoh yang sangat sederhana dan klasik, Nabi dapat menegaskan soal-soal ekonomi dalam bagiannya:
1.      Mengerjakan kayu bakar berarti berusaha menambah produksi.
2.      Berusaha menjualnya berarti mengerjakan distribusi (pembagian).
3.      Memakannya berarti memenuhi konsumsi (pemakaian).
4.      Menyedekahkan kepada orang lain berarti mengerjakan rencana sosial.
Sesuai pula dengan teori ekonomi tentang tingkatan kemajuan perekonomian bahwa pada mulanya masing-masing orang memborong sendiri pekerjaan segala rencana ekonomi ini. Setelah lapangan ekonomi meluas, barulah tiap-tiap rencana tersendiri daripada rencana dikerjakan lainnya. Caranya ialah:
1.      Pada zaman purbakala setiap orang menjadi produsen (pengusaha) dan menjadi konsumen pula (pemakai). Setelah perhubungan manusia sedikit meluas, timbullah bagian yang ketiga, yaitu distributor (pembagi), golongan saudagar.
2.      Pada mulanya manusia dapat mengerjakan sendiri ketiganya, yaitu mengusahakan (produsen), menjual (distributor), dan memakai (konsumen). Akan tetapi, satu per satu kemudian berdiri sendiri dan dikerjakan oleh banyak orang (produsen sendiri, distributor sendiri dan konsumen sendiri pula). Di zaman modern ini, lapangan ketiganya sangat luas. Rencana ekonomi banyak bercabang-cabang dan tiap-tiap cabang tidak lagi dikerjakan satu orang atau satu bangsa, tetapi memerlukan tenaga banyak orang atau berbagai bangsa.
Banyak sekali hadis Nabi yang bersamaan maksudnya dengan hadis di atas, di antaranya hadis dari Abu Hurairah r.a yang diriwayatkan Imam Muslim.
لان يغد و أ حد كم فيحتطب على ظهره ليتصدق به وليستغني عن الناس خير من أن يسأل رجلا أعطاه أومنعه ذلك بأن اليد العليا خيرمن اليد السفلى
Artinya:
“Seorang yang di pagi hari pergi mencari dan memikul kayu bakar di atas punggungnya, lalu menyedekahkan hasil penjualannya kepada orang lain dan (atau) mencukupkan kebutuhan orag lain adalah lebih baik dari pada orang yang meminta dan mengemis kepada orang lain, baik diberinya ataupun tidak diberinya. Demikian, karena tangan di atas (yang memberi) lebih baik dari pada tangan yang di bawah (yang menerima).”
Penegasan pendirian dalam hadis ini adalah bahwa tangan di atas (yang memberi) jauh lebih baik dari pada tangan di bawah yang meminta dan menerima. Selain perintah bekerja, banyak pula hadis yang menegaskan larangan meminta dan mengemis kepada orang lain.
Dalam hadis yang diriwayatkan dari Abdur Rahman bin ‘Auf, disebutkan bahwa Nabi bersabda:
لايفتح عبد باب مسأ لة إلافتح الله عليه باب فقر
Artinya:
“Seorang hamba (manusia) yang membuka pintu meminta minta, Allah akan membuka baginya pintu kefakiran.”
Kedua sahabat yang menerima hadis tentang kerja dan meminta minta ini, adalah Zubair bin Awwam dan Abdur Rahman bin ‘Auf. Keduanya mendapat cambuk yang hebat dari sabda sabda Nabi Muhammad SAW tersebut. Keduanya pun terkenal sebagai sahabat yang rajin berusaha, dan termasyhur kekayaannya di antara para sahabat, serta banyak jasanya dalam perjuangan Islam dan amal sosial.
Meskipun dalam hadis hadis itu disebutkan contoh usaha yang sangat sederhana, seperti mencari kayu bakar, mengemis, dan meminta minta, semuanya merupakan contoh yang tepat bagi persoalan perekonmian manusia. Begitu pula, dalam hal teknik pekerjaan di masa yang tampaknya sangat primitif, yaitu beberapa cabang ekonomi berlaku pada diri seorang manusia. Padahal di zaman modern ini, setiap cabang dikerjakan oleh begitu banyak tenaga manusia.
Titik berat semua hadis Nabi Muhammad SAW di atas bukanlah pada keharusan tiap-tiap orang untuk mewujudkan sendiri ketiga-tiganya (produksi, distribusi, dan konsumsi). Letak wujudnya ialah bahwa rencana ekonomi mempunyai banyak cabang yang memerlukan banyak sekali tenaga manusia, baik secara bersama-sama atau masing-masing. Begitulah, rencana ekonomi menjadi pekerjaan raksasa dari dunia Internasional pada masa kita ini yang menjadi rebutan dan perjuangan negara-negara besar di dunia.
Di dalam hadist itu, selain menyebutkan tiga macam rencana ekonomi di atas (produksi, distribusi, dan konsumsi), ada juga yang menegaskan rapatnya hubungan ekonomi dengan sosial. Dalam Islam tidaklah dapat dibenarkan bahwa perjuangan ekonomi hanyalah dipusatkan pada kepeningan material semata-mata dengan melupakan moral dan rasa kemanusiaan.
Rencana ekonomi yang terlepas sama sekali dari rencana soaial akan berjalan pincang, menimbulkan kezaliman dan kepincangan. Rencana ekonomi harus ditujukan kepada kesejahteraan sosial serta kemakmuran masyarakat.

C.    Problematika Ekonomi Islam
Problematika kehidupan yang dihadapi umat Islam di Indonesia, memang tidak sedikit dan bahkan dapat dikatakan sangat banyak. Satu di antara sekian banyak problematika umat tersebut terletak pada bidang ekonomi. Problematika tersebut sekurang-kurangnya mencakup:
1.      Tingkat penghasilan (Riil) yang rendah.
2.      Tingkat peran serta dan kemampuan bersaing yang rendah dalm pengelolaan sumber-sumber ekonomi nasional.
3.      Tingkat pengangguran yang tinggi.
4.      Keterbatasan kemapuan dalam mengelola kegiatan bisnis.
5.      Keterbatasan kemampuan dalam mendaya gunakan sumber-sumber informasi dan tekhnlogi industri.
6.      Ketidakmerataan kemakmuran dan kesejahteraan hidup yang tinggi, dll.
Problematika ekonomi umat ini terbungkus rapih dan tersembunyi dibalik wajah kemiskinan dan kesengsaraan umat. Wajah kemiskinan dan kesengsaraan yang menghiasi kehidupan umat sehari-hari itu, jelas bukan merupakan sesuatu “kondisi ideal” yang harus dipertahankan. Rasulullah SAW sendiri pernah mengatakan bahwa kefakiran itu bisa membawa umat, atau lebih tegas lagi menjerumuskan umat kedalam lembah kekafiran.
Maka dari itu, usaha-usaha untuk memecahkan atau mengusahakan jalan keluar atas problematika eknomi umat itu, bukan saja perlu dilakukan melainkan juga wajib dijalankan oleh para pemimpin umat dan umat itu sendiri. Tampaknya tidak berlebihan kiranya kalau dikatakan bahwa usaha memberantas kemiskinan umat, sesungguhnya merupakan bagian tidak terpisahkan dari usaha-usaha mempertahankan akidah dan keimanan umat, yang kedudukan “hukum” nya termasuk dalam kategori wajib.

D.    Solusi Problematika Ekonomi Islam
Usaha-usaha serius untuk memecahkan problematika ekonomi umat di Indonesia, selain menghadapi masalah keterbatasan sumber infrmasi dan data, serta konsepsi teoritis, juga menemui masalah pragmatis yang lebih bersifat nonekonomis atau tepatnya “Masalah politik” dan “Masalah kelembagaan” diantara kedua bentuk factor penghambat ini, maka factor penghambat yang bersifat nonekonomis agaknya jauh lebih sulit dipecahkan. Karena, hambatan yang bersifat nonekonomis tersebut, biasanya dijalankan terjalin erat dengan berbagai macam bentuk sumber kekuatan yang dimiliki pemerintah atau “Aparat Penguasa”.
Hambatan nonekonomis ini akan muncul bila usaha-usaha perbaikan kondisi ekonomi umat itu, dinilai sebagai suatu proses pengejawantahan ajaran Islam atau lebih khusu lagi syariat Islam di dalam kehidupan umat sehari-hari. Penilaian atau anggapan bahwa mekanisme kehidupan ekonomi yang bermuatan syariat Islam, kelak pada gilirannya akan membawa umat ke dalam kesadaran untuk menumbuhkembangkan konsepsi daulah islamiyah, yang bermuara pada gerakan pembentukan Negara Islam.
Komunikasi dan informasi timbal balik antara para pemimpin umat dan pihak “Pengendali Ekonomi Negara” sungguh perlu dilakukan secara intensif dan efektif. Karena dengan adanya komunikasi dan informasi ini, perbedaan pandangan yang selama ini terjadi mengenai “Ketidakberdayaan ekonomi umat” akan dapat dikurangi dan dirumuskan “titik temu” nya. Pelembagaan forum komunikasi dan informasi tentang pemberdayaan ekonomi umat ini, tampaknya memang perlu dilaksanakan dan dikelola secara prfesional. Barangkali dengan adanya forum seperti ini, usaha-usaha untuk memberikan muatan keislaman terhadap kebijakan makro dalam pengelolaan kegiatan ekonomi nasional, bisa memberikan hasil yang baik dan nyata.
Dalam rangka mempermudah dan memperlancar proses perbaikan ekonomi umat, memang diperlukan dukungan kebijakan makro ekonomi yang bermuatan keislaman. Karena, cepat atau lambat kebijakan makro ekonomi yang diberlakukan pemerintah akan muncul sebagai economic environment-lingkungan luar kehidupan ekonomi-bagi kegiatan ekonomi umat sehari-hari.
Dalam rangka mencari pemecahan terhadap permasalahan ekonomi umat, jelas diperlukan adanya kebijakan ekonomi makro dan “Politik ekonomi”, yang berorientasi pada upaya pembinaan kelompok usaha kecil dan usaha menengah. Perkembangan yang terjadi dalam lingkungan kelompok usaha kecil dan usaha menengah di Indonesia, bisa megakibatkan terjadinya perbaikan terhadap kondisi dan kekuatan ekonomi umat. Dalam hubungan inilah usaha-usaha perlindungan dan pembinaan terhadap kelompok usaha kecil dan usaha menengah, yang kini sedang gencar-gencarnya dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, perlu dilihat sebagai “Bagian integral” dari rangkaian usaha pengembangan kekuatan ekonomi umat.
Pengembangan ekonomi umat di Indonesia yang merupakan persoalan besar yang dihadapi dan harus diupayakan pemecahannya oleh umat itu sendiri. Dalam rangka mencapai sasaran pengembangan ekonomi umat itu diperlukan perhatian khusus terhadp kelompok usahawan umat, terutama yang bergerak dalam sektor usaha berskala kecil. Dengan perkataan lain bahwa pengembanan dan pembinsaan usahawan umat yang mengelola usaha berskala kecil, bisa dikatakan sebagai bagian penting dalam usaha-usaha pengembangan ekonomi umat secara keseluruhan.
Komunikasi, koordinasi dan konsultasi antara masyarakat usahawan umat dan instansi pemerintah perlu ditingkatkan, supaya terjalin suasana “saling pengertian” yang memungkinkan terjadinya titik temu, terutama dalam rangka mencari solusi terbaik terhadap problematika yang dihadapi para usahawan umat itu sendiri. Dengan adanya “saling pengertian” tersebut, maka dapat diharapkan adanya “kebijaksanaan ekonomi makro”, yang penerapannya berorientasi dan menguntungkan bagi aktivitas bisnis kelompok usahawan umat.
Dalam konteks inilah diperukan adanya suatu business network yang berwawasan keislaman, yang dikendalikan leh BMI (sebagai suatu institusi ekonomi umat yang beroperasi berdasarkan syariat islam). Untuk memberikan arah yang lebih baik terhadap kegiatan pengembangan ekonomi umat di Indonesia, jelas diperlukan adanya karya akademis dan hasil-hasil penelitian, dan secara khusus membahas segala sesuatu yang berkenaan dengan masalah ekonomi islam secara khusus, baik pada aspek makro ekonomi maupun mikro eknomi. Ini berarti usaha-usaha pengembangan kegiatan studi ekonoi islam, bukan saja perlu dilanjutkan tapi juga perlu semakin dimasyarakatkan. Sehingga kehidupan ekonomi umat bisa dijalankan dengan cara-cara yang lebih “mengena” dan lebih sesuai dengan ajaran Islam.
  

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Ilmu Ekonomi Islam merupakan Ilmu Pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Sejauh mengenai masalah pokok kekurangan, hampir tidak terdapat perbedaan apapun antara ilmu ekonomi Islam dengan ilmu ekonomi modern.
2.      Islam memiliki pandangan tersendiri mengenai masalah perekonomian, serta memiliki dasar yang dijadikan sebagai acuan dalam tindakan perekonomian. Ekonomi Islam sesungguhnya secara inheren merupakan konsekuensi logis dari kesempurnaan Islam itu sendiri. Islam haruslah dipeluk secara kafah dan koprehensif oleh umatnya. Islam menuntut kepada umatnya untuk mewujudkan keislamannya dalam seluruh aspek kehidupannya. Sangatlah tidak masuk akal, seorang muslim yang menjalankan sholat lima waktu, lalu dalam kesempatan lain ia juga melakukan transaksi keuangan yang  menyimpang dari ajaran Islam.
3.      Jika melihat fakta yang ada, sejatinya dapat disimpulkn bahwa terjadinya permasalahan ekonomi bukanlah diakibatkan karena faktor kelangkaan barang dan jasa melainkan faktor kesenjangan ekonomi, yaitu tidak meratanya distribusi kekayaan yang ada di masyarakat.
4.      Usaha-usaha serius untuk memecahkan problematika ekonomi umat di Indonesia, selain menghadapi masalah keterbatasan sumber infrmasi dan data, serta konsepsi teoritis, juga menemui masalah pragmatis yang lebih bersifat nonekonomis atau tepatnya “Masalah politik” dan “Masalah kelembagaan” diantara kedua bentuk faktor penghambat ini, maka faktor penghambat yang bersifat nonekonomis jauh lebih sulit untuk dipecahkan.


B.     Saran
Sistem Ekonomi Islam merupakan perwujudan dari paradigma Islam. Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup secara limpah ruah di dunia, tetapi juga dapat memenuhi kebutuhan sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan di dunia maupun di akhirat nanti.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Kaaf, Abdullah Zaky. Ekonomi dalam Prespektif Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2002.
Barkatullah, Abdul Halim. Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Lubis, Surawadi K. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2000.
Nasution, Mustafa Edwin., dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Pernada Media Group, 2006.
P3EI. Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.
Pradja, Juhaya. Ekonomi Syariah. Bandung: Pustaka Setia, 2012.
Rozalinda. Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014.
Sasono, Adi., dkk. Solusi Islam atas Problematika Umat. Jakarta: Gema Insani Press, 1998.






0 komentar:

Posting Komentar