DEMOKRASI
MAKALAH
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan
Dosen pengampu
Abdullah Taufiq, M.H.
Disusun Oleh:
Mega Lestari
(931332414)
PRODI
EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN
SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI (STAIN)
KEDIRI
2014
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT berkat rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat
diselesaikan. Sholawat serta salam kami curahkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW. Adapun tujuan dari makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan berhasil dengan baik
tanpa adanya bimbingan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.
Dosen
mata kuliah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, yang telah memberi ilmu dan
pengarahan dalam makalah ini.
2.
Bapak
dan Ibu yang telah memberikan doa sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
3.
Sahabat-sahabat
yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Semoga
Allah SWT selalu melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya sebagai balasan atas amal
baik dari semua pihak yang telah disebutkan di atas.
Sadar
akan kekurangan dan keterbatasan yang kami miliki, kami mohon maaf jika ada
penulisan yang kurang berkenan di hati bapak dosen dan juga pembaca. Saran dan
kritik sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Kediri, 27 November 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Hasil Penelitian
menyatakan “mungkin untuk pertama kali dalam sejarah, demokrasi dinyatakan
sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik
dan sosial yang diperjuangkan oleh para pendukungnya yang berpengaruh” (UNESCO
1949).
Hampir semua negara di
dunia menyakini demokrasi sebagai “tolak ukur tak terbantah dari keabsahan
politik”. Keyakinan bahwa kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan
pemerintah menjadi basis bagi tegak kokohnya sistem politik demokrasi. Hal itu
menunjukan bahwa rakyat diletakkan pada posisi penting walaupun secara
operasional implikasinya diberbagai negara tidak selalu sama. Tidak ada negara
yang ingin dikatakan sebagai negara yang tidak demokratis atau negara otoriter.
Di
indonesia telah banyak menganut sistem pemerintahan pada awalnya. Namun, dari
semua sistem pemerintahan, yang bertahan mulai dari era reformasi 1998 sampai
saat ini adalah sistem pemerintahan demokrasi. Meskipun masih terdapat beberapa
kekurangan dan tantangan disana sini. Sebagian kelompok merasa merdeka dengan
diberlakukannya sistem domokrasi di Indonesia. Artinya, kebebasan pers sudah
menempati ruang yang sebebas-bebasnya sehingga setiap orang berhak menyampaikan
pendapat dan aspirasinya masing-masing.
Demokrasi
merupakan salah satu bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atau negara yang dijalankan oleh
pemerintah. Semua warga negara memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan
yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara
berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan,
pengembangan, dan pembuatan hukum.
Demokrasi
mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik
kebebasan politik secara bebas dan setara.
Demokrasi
Indonesia dipandang perlu dan sesuai dengan pribadi bangsa Indonesia. Selain
itu yang melatar belakangi pemakaian sistem demokrasi di Indonesia. Hal itu
bisa kita temukan dari banyaknya agama yang masuk dan berkembang di Indonesia,
selain itu banyaknya suku, budaya dan bahasa, kesemuanya merupakan karunia
Tuhan yang patut kita syukuri.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Pengertian Demokrasi?
2. Bagaimana Perkembangan Demokrasi?
3. Bagaimana Ciri, Jenis, Nilai dan
Syarat-syarat Tegaknya Demokrasi?
4. Bagaimana Hubungan Agama dan Demokrasi?
5. Bagaimana Dimensi Kultural Demokrasi?
6. Bagaimana Demokrasi di Indonesia?
C.
TUJUAN
1. Untuk mengetahui Pengertian Demokrasi.
2. Untuk mengetahui Perkembangan Demokrasi.
3. Untuk mengetahui Ciri, Jenis, Nilai dan
Syarat-syarat Tegaknya Demokrasi.
4. Untuk mengetahui Hubungan Agama dan
Demokrasi.
5. Untuk mengetahui Dimensi Kultural
Demokrasi.
6. Untuk mengetahui Demokrasi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa
Yunani, yaitu demos dan kratos. Demos rakyat dan kratos
berarti pemerintahan. Jadi, demokrasi artinya pemerintahan rakyat, yaitu
pemerintahan yang rakyatnya memegang peranan yang sangat menentukan.
Istilah demokrasi pertama kali
dipakai di Yunani kuno, khususnya di kota Athena, untuk menunjukkan sistem
pemerintahan yang berlaku di sana. Kota-kota di daerah Yunani pada waktu itu
merupakan kota kecil. Penduduknya tidak terlalu banyak sehingga mudah
dikumpulkan oleh pemerintah dalam satu rapat untuk bermusyawarah. Dalam rapat
itu diambil keputusan bersama mengenai garis-garis besar kebijaksanaan
pemerintah yang akan dilaksanakan dan segala permasalahan mengenai
kemasyarakatan.
Karena rakyat ikut serta secara
langsung, pemerintah itu disebut pemerintahan demokrasi langsung.
Pemerintahan demokrasi langsung di Indonesia dapat kita lihat dalam
pemerintahan desa. Kepala desa atau lurah dipilih langsung oleh rakyat desa itu
sendiri. Pemilihan kepala desa itu dilakukan secara sederhana. Para calon
menggunakan tanda gambar hasil pertanian seperti padi atau pisang. Rakyat
memberikan suara pada calon masing-masing yang dipilih dengan memasukkan lidi
ke dalam tabung bambu milik calon yang dipilihnya. Calon yang memiliki lidi
terbanyaklah yang terpilih menjadi kepala desa. Di samping memilih kepala desa,
pada hari-hari tertentu warga desa dikumpulkan oleh kepala desa di balai desa
untuk membicarakan masalah yang menyangkut kepentingan bersama. Peristiwa
semacam ini dikenal dengan musyawarah desa.[1]
B.
Perkembangan Demokrasi
Munculnya kembali konsep demokrasi
tak terlepas dari nasib rakyat yang tidak bisa menentukan nasibnya sendiri,
pada abad ke XV hingga XVII dimana monarkhi absolut telah muncul di kawasan
Eropa. Raja-raja absolut itu memerintah dengan tidak memperhatikan nasib rakyat
sehingga muncul pemikiran yang melawan terhadap kedudukan raja yang absolut itu
didasarkan atas suatu teori rasionalitas yang umumnya dikenal sebagai social
contract. Teori kontrak sosial merupakan usaha untuk melawan pemerintahan
raja-raja yang absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat.
Jean J. Rosseou yang telah
melahirkan konsep dasar demokrasi yakni perjanjian masyarakat yang intinya
mengandung (1) terciptanya kemauan umum; (2) terbentuknya masyarakat sebagai
pemilik kekuasaan atau kedaulatan. Berawal dari sinilah maka awal abad ke XIX
gagasan mengenai demokrasi mendapat wujud yang kongkrit sebagai program dan
sistem politik. Demokrasi kembali mendapatkan tempat dalam penyelenggaraan
kekuasaan negara.[2]
C.
Ciri, Jenis, Nilai dan Syarat-syarat Tegaknya Demokrasi
1. Ciri-ciri Demokrasi
Ciri-ciri pokok demokrasi adalah: pertama, berciri
kedaulatan rakyat. Rakyatlah yang berdaulat dan berhak bersuara. Kedua,
berciri musyawarah untuk mufakat, bisa dengan suara bulat, bisa pula dengan
suara terbanyak. Ketiga, berisi pemikulan tanggung jawab atas pikiran
dan perbuatan diri. Orang harus memikul tanggung jawab atas ungkapan dan
perbuatannya. Rasa tanggung jawab ini tumbuh tidak hanya terhadap diri sendiri,
tetapi juga terhadap masyarakat, bangsa, negara dan Tuhan. Sehingga kebebasan
mengungkap dan bertindak dilaksanakan dalam ruang lingkup rasa tanggung jawab
yang luas ini.[3]
2. Jenis-jenis Demokrasi
Demokrasi berdasarkan cara
menyampaikan pendapat:
1) Demokrasi langsung. Dalam demokrasi langsung, rakyat diikutsertakan
dalam proses pengambilan keputusan untuk menjalankan kebijakan pemerintahan.
2) Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan. Demokrasi ini
dijalankan oleh rakyat melalui wakil rakyat yang dipilihnya melalui pemilu.
Rakyat memilih wakilnya untuk membuat keputusan politik. Aspirasi rakyat
disalurkan melalui wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
Demokrasi perwakilan dengan sistem pengawasan langsung dari rakyat.
Demokrasi ini merupakan campuran antara demokrasi langsung dengan demokrasi
perwakilan. Rakyat memilih wakilnya untuk duduk di dalam lembaga perwakilan
rakyat, tetapi wakil rakyat dalam menjalankan tugasnya diawasi rakyat melalui
referendum dan inisiatif rakyat.[4]
3. Nilai-nilai Demokrasi
a)
Menyelesaikan
pertikaian-pertikaian secara damai dan sukarela.
b)
Menjamin
terjadinya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang selalu berubah.
c)
Pergantian
penguasa dengan teratur.
d)
Penggunaan
paksaan sesedikit mungkin.
e)
Nilai
keaneka-ragaman.
f)
Menegakkan
keadilan.
g)
Sistem
politik demokrasi yang paling baik dalam memajukan ilmu pengetahuan.
h)
Kebebasan-kebebasan
yang terdapat dalam demokrasi.
i)
Nilai
dapat diberikan kepada demokrasi karena kekurangan-kekurangan yang terdapat
dalam sistem-sistem lain.[5]
4. Syarat-syarat Tegaknya Demokrasi
a)
Perlindungan
konstitusional bahwa konstitusi, selain menjamin hak-hak individu, juga harus
menentukan cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin.
Demokrasi selalu ada dan hidup dalam sebuah negara hukum.
b)
Pemilihan
hukum yang bebas. Dalam sistem demokrasi yang modern, permilu merupakan syarat
fundamental bagi terselenggaranya demokrasi.
c)
Kebebasan
untuk menyatakan pendapat, berserikat dan beroposisi.
d)
Badan
kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial tribunals).
e)
Pendidikan
kewarganegaraan (civic education).[6]
D.
Hubungan Agama dan Demokrasi
Secara teologis agama (khususnya Yahudi, Kristen dan Islam)
diyakini sebagai datang dari Tuhan, bukan buatan dan rekayasa manusia.
Sementara sosok demokrasi adalah produk dan aktualisasi penalaran manusia sebagai makhluk sosial. Dengan
ungkapan lain, perilaku agama selalu mencari rujukan sabda Tuhan dan berusaha
mendapatkan justifikasi dari-Nya. Sedangkan demokrasi lebih menitikberatkan
pada persoalan manusia dan legitimasinya pun diperoleh dari sesama manusia.
Namun, mengingat yang menjadi pelaku, baik agama maupun demokrasi adalah
manusia, maka persoalan agama dan demokrasi adalah juga persoalan manusia dan
kemanusiaan. Agama merupakan respon manusia terhadap Tuhannya dan demokrasi
merupakan respons dan tatakrama manusia sebagai makhluk sosial salam konteks
pergaulan dengan sesamanya.[7]
E.
Dimensi Kultural Demokrasi
Sebuah tatanan hidup bersama secara
rasional membutuhkan lebih dari sekedar reformasi demokratis prosedural.
Remorfasi yang semata meluruskan prosedur-prosedur politik yang melencengan
dari garis demokrasi. Demokrasi prosedural belum tentu menghasilkan etika
sosial. Demokrasi semacam itu menetapkan prosedur-prosedur guna menjamin apa
yang disebut democratic liberties. Sebagian democratic liberties
yang umumnya dijamin adalah kebebasan berekspresi, berserikat dan menjalankan
syariat agama.
Namun, kebebasan berekspresi bisa
dijadikan jalan untuk mengorbankan sentimen anti etnis atau agama tertentu.
Kebebasan berserikat bisa dijadikan alasan untuk menghukum para bid’ah.
Dan kebebasan beragama tidak mengatur koeksistensi antar umat beragama.
Demokrasi sendiri menutur
terpatrinya tiga dimensi kultural. Dimensi pertama adalah kedaulatan populis.
Dimensi ini menuntut bahwa rakyat dan bukan pejabat publik yang berdaulat.
Musuh besar dimensi pertama demokrasi ini adalah segala bentuk privilese
sosial.
Dimensi kedua adalah kesetaraan
warga negara. Dimensi ini menutur setiap warga negara dipandang sebagai subyek
hukum yang setara dalam melibatkan diri sebagai pengadil proses-proses politik
juga sebagai partisipan aktif secara politis.
Untuk itu, peluang warga negara
untuk mempengaruhi proses-proses politik harus dijamin setara. Demokrasi cacat
apabila satu atau beberapa kelompok masyarakat memiliki defisit peluang dalam
mengartikulasikan keyakinan-keyakinannya dalam proses politik.
Dimensi ketiga adalah diskursus
demokrasi. Jika tiap-tiap warga negara dipandang sebagai rekanan dalam urusan
politik, mereka terlebih dahulu memosisikan diri sebagai individu yang bebas.
Deliberasi individu berkonsentrasi pada argumen untuk menolak atau menerima
sebuah aksi kolektif. Sehingga, warga negara yang agendanya ditolak paling
tidak puas bahwa mereka berpeluang meyakinkan yang lain dan bukan sekedar kalah
suara. Sensor, kebohongan dan manipulasi adalah musuh-musuh utama dimensi
ketiga demokrasi ini.[8]
F.
Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia
mengalami pasang-surut (fluktuasi) dari masa kemerdekaan sampai saat ini. Dalam
perjalanan bangsa dan negara Indonesia, masalah pokok yang dihadapi
ialahbagaimana demokrasi mewujudkan dirinya dalam berbagai sisi kehidupan
berbangsa dan bernegara.[9]
1. Pembangunan dan Demokratisasi Sistem
Ekonomi Indonesia
Usaha untuk mewujudkan demokrasi
sistem ekonomi suatu bangsa adalah merupakan bagian dari pembangunan nasional.
Dengan demikian upaya untuk mewujudkan demokrasi ekonomi adalah proses yang
berlangsung terus menerus karena demokratisasi sistem ekonomi merupakan bagian
integral dari demokratisasi berbagai subsistem kehidupan sosial bangsa itu.
Dalam istilah ketahanan nasional
Indonesia, demokratisasi sistem ekonomi memerlukan demokratisasi dalam sistem
sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan. Demokratisasi dalam keempat
subsistem sosial mencerminkan Pancasila yang merupakan ideologi, jiwa,
kepribadian, falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Selama semua golongan masyarakat
sama-sama dapat menikmati peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan, pertumbuhan
ekonomi dalam pembangunan nasional tidak akan dapat menimbulkan konflik sosial.
Sistem ekonomi Indonesia dalam masa pemerintahan Orde Baru menggunakan
mekanisme pasar dengan pengendalian pemerintah. Untuk meningkatkan partisipasi
rakyat dan sekaligus meningkatkan efisiensi pasar, pemerintah Orde Baru
mengoreksi etatisme Orde Lama dan terus-menerus melakukan deregulasi dalam
berbagai segi kehidupan nasional. Partisipasi rakyat dalam perekonomian
nasional disalurkan melalui jalur koperasi dan badan usaha milik swasta.[10]
2. Mungkinkah ada Demokrasi di Indonesia
Keberhasilan Pembangunan Ekonomi
diperkirakan mempunyai dampak pada pengembangan demokrasi, sehingga dapat
diharapkan di masa yang akan datang demokrasi akan mewujud secara meningkat di
Indonesia.
Tetapi pertanyaan yang timbul
adalah, demokrasi yang bagaimana yang akan muncul, bagaimana sikap
pelembagaannya dan sampai seberapa jauh dampak proses demokrasi ini pada segi-segi
pembangunan lain seperti stabilitas, persatuan dan kesatuan negara, keadilan
sosial, pembangunan ekonomi dan seterusnya. Demokrasi kita adalah Demokrasi
Pancasila, pelembagaannya mengikuti landasan konstitusional UUD 1945,
pengembangan demokrasi harus menunjang proses pembangunan, begitu pula
sebaliknya.
Proses-proses demokrasi itu sendiri
tidak terlepas dari berbagai masalah seperti ketidakpatuhan, protes, kegaduhan
dan lain-lain. Sebaliknya demokrasi itu jaranag sekali tidak stabil, dan
kestabilan ini justru lebih terjamin dengan memantapkan demokrasi.[11]
Di Indonesia, pemilu sebagai
operasionalisasi konsep demokrasi berlangsung sangat dinamis. Semangat baru
pasca runtuhnya rezim otoriter membawa implikasi pada semakin menguatnya
tuntutan rakyat untuk mempercepat berlangsungnya proses demokratisasi bidang
politik. Sebagai penganut sistem demokrasi, Indonesia berada pada era
transisional dari rezim politik otoriter ke demokratis, dari sentralisasi ke
desentralisasi.[12]
3. Demokrasi sebagai “Cara” (Bukan Tujuan)
Persis
seperti yang telah dinyatakan salah seorang pemimpin kita bahwa keterbukaan
adalah suatu “cara”, bukan “tujuan”. Demokrasi pun harus kita pandang sebagai
“cara” mencapai tujuan, dan bukan tujuan itu sendiri. Maka logikanya ialah
bahwa suatu bentuk demokrasi tidak dapat ditetapkan begitu saja, secara kaku
dan “dogmatis”, jika diperkirakan justru akan merusak atau mengganggu
hasil-hasil positif perkembangan negara yang telah dicapai. Suatu masyarakat
disebut demokratis selama ia bergerak tanpa berhenti menuju yang lebih baik.
Demokrasi Indonesia adalah penerapan ide-ide demokrasi sejagad menurut kondisi
Indonesia dan tingkat perkembangannya.[13]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. Demokrasi artinya pemerintahan rakyat, yaitu pemerintahan yang
rakyatnya memegang peranan yang sangat menentukan.
2.
Pada
abad ke XV hingga XVII dimana monarkhi absolut telah muncul di kawasan Eropa.
Berawal dari sinilah maka awal abad ke XIX gagasan mengenai demokrasi mendapat
wujud yang kongkrit sebagai program dan sistem politik. Demokrasi kembali
mendapatkan tempat dalam penyelenggaraan kekuasaan negara.
3.
Ciri-ciri
pokok demokrasi adalah kedaulatan rakyat, musyawarah untuk mufakat, pemikulan
tanggung jawab atas pikiran dan perbuatan diri. Jenis-jenis demokrasi
berdasarkan cara menyampaikan pendapat yakni demokrasi langsung dan demokrasi
tidak langsung atau demokrasi perwakilan. Nilai-nilai demokrasi diantaranya menyelesaikan
pertikaian-pertikaian secara damai dan sukarela, senjamin terjadinya perubahan
secara damai dalam suatu masyarakat yang selalu berubah dan sebagainya. Syarat-syarat tegaknya demokrasi
antara lain perlindungan konstitusional, pemilihan hukum yang bebas, kebebasan
untuk menyatakan pendapat, berserikat dan beroposisi, badan kehakiman yang
bebas dan tidak memihak serta pendidikan kewarganegaraan
4.
Hubungan
agama dan demokrasi yakni perilaku agama selalu mencari rujukan sabda Tuhan dan
berusaha mendapatkan justifikasi dari-Nya. Sedangkan demokrasi lebih
menitikberatkan pada persoalan manusia dan legitimasinya pun diperoleh dari
sesama manusia.
5.
Dimensi
kultural demokrasi mencakup tiga hal yaitu kedaulatan populis, kesetaraan warga
negara dan diskurs demokrasi.
6. Di Indonesia, pemilu sebagai operasionalisasi konsep demokrasi
berlangsung sangat dinamis. Pemerintahan demokrasi langsung di Indonesia dapat
kita lihat dalam pemerintahan desa
B.
SARAN
Mewujudkan budaya demokrasi memang tidak mudah. Perlu ada usaha
dari semua warga negara. Yang paling utama tentu saja, adalah adanya niat untuk
memahami nilai-nilai demokrasi. Mempraktekkanya secara terus-menerus, atau
membiasakannya. Memahami nilai-nilai demokrasi memerlukan pemberlajaran, yaitu
belajar dari pengalaman negara-negara yang telah mewujudkan budaya demokrasi
dengan lebih baik dibandingkan kita.
Dalam usaha mempraktekan budaya demokrasi, kadang-kadang kita
mengalami kegagalan di sana-sini, tetapi itu tidak mengendurkan niat kita untuk
terus berusaha memperbaikinya dari hari kehari. Suatu hari nanti, kita berharap
bahwa demokrasi telah benar-benar membudaya di tanah air kita, baik dalam
kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, maupun dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Untuk itu, diharapkan agar masyarakat ikut mengontrol jalannya
pemerintahan agar menuju Indonesia yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Adian, Donny Gahral. Demokrasi Kami. Depok: Koekoesan, 2006.
Asshiddiqie,
Jimly. Hukum Tata Negara & Pilar-Pilar Demokrasi. Jakarta: Sinar
Grafika, 2011.
Budiardjo, Miriam. Masalah Kenegaraan. Jakarta: Gramedia,
1980.
Herdiawanto,
Heri. Cerdas, Kritis dan Aktif Berwarganegara. Jakarta: Erlangga, 2010.
Mochtar,
Hilmy. Demokrasi Politik Lokal di Kota Santri. Malang: UB Press, 2011.
Rosyada, Dede. @.all. Demokrasi,
Hak Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media, 2000.
Sulardi.
Menuju Sistem Pemerintahan Presidensil Murni. Malang: Setara
Press, 2012.
Sulardi. Reformasi Hukum. Malang: Intrans Publishing, 2009.
Taher,
Elza Peldi. Demokratisasi Politik, Budaya dan Ekonomi. Jakarta:
Temprint, 1994.
Thoha, Arvin Hakim. Demokrasi untuk Pemula. Yogyakarta:
KLIK, 2001.
[1] Heri
Herdiawanto, Cerdas, Kritis dan Aktif Berwarganegara (Jakarta: Erlangga,
2010) 80-81. Lihat juga Sulardi, Reformasi Hukum (Malang: Intrans
Publishing, 2009), 165.
[2] Sulardi, Menuju
Sistem Pemerintahan Presidensil Murni (Malang: Setara Press, 2012), 25.
[4] Herdiawanto, Cerdas.,
83.
[5] Miriam
Budiardjo, Masalah Kenegaraan (Jakarta: Gramedia, 1980), 158.
[7] Taher, Demokratisasi.,
189.
[8] Donny Gahral
Adian, Demokrasi Kami (Depok: Koekoesan, 2006), 4-6.
[9] Dede Rosyada,
@.all, Demokrasi, Hak Manusia dan Masyarakat Madani (Jakarta: Prenada
Media, 2000), 130.
[10] Taher, Demokratisasi.,
59-61. Lihat juga Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara & Pilar-Pilar
Demokrasi (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 293.
[11] Taher, Demokratisasi.,
155.
[12] Hilmy Mochtar,
Demokrasi Politik Lokal di Kota Santri (Malang: UB Press, 2011), 25-26.
0 komentar:
Posting Komentar