Sabtu, 22 Agustus 2015

1. PKN-Demokrasi

DEMOKRASI

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Dosen pengampu Abdullah Taufiq, M.H.
 
Disusun Oleh:
Mega Lestari (931332414)

PRODI EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2014

KATA PENGANTAR

            Segala puji bagi Allah SWT berkat rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam kami curahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Adapun tujuan dari makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya bimbingan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.        Dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, yang telah memberi ilmu dan pengarahan dalam makalah ini.
2.        Bapak dan Ibu yang telah memberikan doa sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
3.        Sahabat-sahabat yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sebagai balasan atas amal baik dari semua pihak yang telah disebutkan di atas.
Sadar akan kekurangan dan keterbatasan yang kami miliki, kami mohon maaf jika ada penulisan yang kurang berkenan di hati bapak dosen dan juga pembaca. Saran dan kritik sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.


Kediri, 27 November 2014



Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Hasil Penelitian menyatakan “mungkin untuk pertama kali dalam sejarah, demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh para pendukungnya yang berpengaruh” (UNESCO 1949).
Hampir semua negara di dunia menyakini demokrasi sebagai “tolak ukur tak terbantah dari keabsahan politik”.  Keyakinan bahwa kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan pemerintah menjadi basis bagi tegak kokohnya sistem politik demokrasi. Hal itu menunjukan bahwa rakyat diletakkan pada posisi penting walaupun secara operasional implikasinya diberbagai negara tidak selalu sama. Tidak ada negara yang ingin dikatakan sebagai negara yang tidak demokratis atau negara otoriter.
Di indonesia telah banyak menganut sistem pemerintahan pada awalnya. Namun, dari semua sistem pemerintahan, yang bertahan mulai dari era reformasi 1998 sampai saat ini adalah sistem pemerintahan demokrasi. Meskipun masih terdapat beberapa kekurangan dan tantangan disana sini. Sebagian kelompok merasa merdeka dengan diberlakukannya sistem domokrasi di Indonesia. Artinya, kebebasan pers sudah menempati ruang yang sebebas-bebasnya sehingga setiap orang berhak menyampaikan pendapat dan aspirasinya masing-masing.
Demokrasi merupakan salah satu bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atau negara yang dijalankan oleh pemerintah. Semua warga negara memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.
Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.
Demokrasi Indonesia dipandang perlu dan sesuai dengan pribadi bangsa Indonesia. Selain itu yang melatar belakangi pemakaian sistem demokrasi di Indonesia. Hal itu bisa kita temukan dari banyaknya agama yang masuk dan berkembang di Indonesia, selain itu banyaknya suku, budaya dan bahasa, kesemuanya merupakan karunia Tuhan yang patut kita syukuri.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana Pengertian Demokrasi?
2.      Bagaimana Perkembangan Demokrasi?
3.      Bagaimana Ciri, Jenis, Nilai dan Syarat-syarat Tegaknya Demokrasi?
4.      Bagaimana Hubungan Agama dan Demokrasi?
5.      Bagaimana Dimensi Kultural Demokrasi?
6.      Bagaimana Demokrasi di Indonesia?

C.    TUJUAN
1.      Untuk mengetahui Pengertian Demokrasi.
2.      Untuk mengetahui Perkembangan Demokrasi.
3.      Untuk mengetahui Ciri, Jenis, Nilai dan Syarat-syarat Tegaknya Demokrasi.
4.      Untuk mengetahui Hubungan Agama dan Demokrasi.
5.      Untuk mengetahui Dimensi Kultural Demokrasi.
6.      Untuk mengetahui Demokrasi di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos dan kratos. Demos rakyat dan kratos berarti pemerintahan. Jadi, demokrasi artinya pemerintahan rakyat, yaitu pemerintahan yang rakyatnya memegang peranan yang sangat menentukan.
Istilah demokrasi pertama kali dipakai di Yunani kuno, khususnya di kota Athena, untuk menunjukkan sistem pemerintahan yang berlaku di sana. Kota-kota di daerah Yunani pada waktu itu merupakan kota kecil. Penduduknya tidak terlalu banyak sehingga mudah dikumpulkan oleh pemerintah dalam satu rapat untuk bermusyawarah. Dalam rapat itu diambil keputusan bersama mengenai garis-garis besar kebijaksanaan pemerintah yang akan dilaksanakan dan segala permasalahan mengenai kemasyarakatan.
Karena rakyat ikut serta secara langsung, pemerintah itu disebut pemerintahan demokrasi langsung. Pemerintahan demokrasi langsung di Indonesia dapat kita lihat dalam pemerintahan desa. Kepala desa atau lurah dipilih langsung oleh rakyat desa itu sendiri. Pemilihan kepala desa itu dilakukan secara sederhana. Para calon menggunakan tanda gambar hasil pertanian seperti padi atau pisang. Rakyat memberikan suara pada calon masing-masing yang dipilih dengan memasukkan lidi ke dalam tabung bambu milik calon yang dipilihnya. Calon yang memiliki lidi terbanyaklah yang terpilih menjadi kepala desa. Di samping memilih kepala desa, pada hari-hari tertentu warga desa dikumpulkan oleh kepala desa di balai desa untuk membicarakan masalah yang menyangkut kepentingan bersama. Peristiwa semacam ini dikenal dengan musyawarah desa.[1]



B.     Perkembangan Demokrasi
Munculnya kembali konsep demokrasi tak terlepas dari nasib rakyat yang tidak bisa menentukan nasibnya sendiri, pada abad ke XV hingga XVII dimana monarkhi absolut telah muncul di kawasan Eropa. Raja-raja absolut itu memerintah dengan tidak memperhatikan nasib rakyat sehingga muncul pemikiran yang melawan terhadap kedudukan raja yang absolut itu didasarkan atas suatu teori rasionalitas yang umumnya dikenal sebagai social contract. Teori kontrak sosial merupakan usaha untuk melawan pemerintahan raja-raja yang absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat.
Jean J. Rosseou yang telah melahirkan konsep dasar demokrasi yakni perjanjian masyarakat yang intinya mengandung (1) terciptanya kemauan umum; (2) terbentuknya masyarakat sebagai pemilik kekuasaan atau kedaulatan. Berawal dari sinilah maka awal abad ke XIX gagasan mengenai demokrasi mendapat wujud yang kongkrit sebagai program dan sistem politik. Demokrasi kembali mendapatkan tempat dalam penyelenggaraan kekuasaan negara.[2]

C.    Ciri, Jenis, Nilai dan Syarat-syarat Tegaknya Demokrasi
1.      Ciri-ciri Demokrasi
Ciri-ciri pokok demokrasi adalah: pertama, berciri kedaulatan rakyat. Rakyatlah yang berdaulat dan berhak bersuara. Kedua, berciri musyawarah untuk mufakat, bisa dengan suara bulat, bisa pula dengan suara terbanyak. Ketiga, berisi pemikulan tanggung jawab atas pikiran dan perbuatan diri. Orang harus memikul tanggung jawab atas ungkapan dan perbuatannya. Rasa tanggung jawab ini tumbuh tidak hanya terhadap diri sendiri, tetapi juga terhadap masyarakat, bangsa, negara dan Tuhan. Sehingga kebebasan mengungkap dan bertindak dilaksanakan dalam ruang lingkup rasa tanggung jawab yang luas ini.[3]
2.      Jenis-jenis Demokrasi
Demokrasi berdasarkan cara menyampaikan pendapat:
1)      Demokrasi langsung. Dalam demokrasi langsung, rakyat diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan untuk menjalankan kebijakan pemerintahan.
2)      Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan. Demokrasi ini dijalankan oleh rakyat melalui wakil rakyat yang dipilihnya melalui pemilu. Rakyat memilih wakilnya untuk membuat keputusan politik. Aspirasi rakyat disalurkan melalui wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
Demokrasi perwakilan dengan sistem pengawasan langsung dari rakyat. Demokrasi ini merupakan campuran antara demokrasi langsung dengan demokrasi perwakilan. Rakyat memilih wakilnya untuk duduk di dalam lembaga perwakilan rakyat, tetapi wakil rakyat dalam menjalankan tugasnya diawasi rakyat melalui referendum dan inisiatif rakyat.[4]
3.      Nilai-nilai Demokrasi
a)        Menyelesaikan pertikaian-pertikaian secara damai dan sukarela.
b)        Menjamin terjadinya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang selalu berubah.
c)        Pergantian penguasa dengan teratur.
d)       Penggunaan paksaan sesedikit mungkin.
e)        Nilai keaneka-ragaman.
f)         Menegakkan keadilan.
g)        Sistem politik demokrasi yang paling baik dalam memajukan ilmu pengetahuan.
h)        Kebebasan-kebebasan yang terdapat dalam demokrasi.
i)          Nilai dapat diberikan kepada demokrasi karena kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam sistem-sistem lain.[5]
4.      Syarat-syarat Tegaknya Demokrasi
a)        Perlindungan konstitusional bahwa konstitusi, selain menjamin hak-hak individu, juga harus menentukan cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin. Demokrasi selalu ada dan hidup dalam sebuah negara hukum.
b)        Pemilihan hukum yang bebas. Dalam sistem demokrasi yang modern, permilu merupakan syarat fundamental bagi terselenggaranya demokrasi.
c)        Kebebasan untuk menyatakan pendapat, berserikat dan beroposisi.
d)       Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial tribunals).
e)        Pendidikan kewarganegaraan (civic education).[6]

D.    Hubungan Agama dan Demokrasi
Secara teologis agama (khususnya Yahudi, Kristen dan Islam) diyakini sebagai datang dari Tuhan, bukan buatan dan rekayasa manusia. Sementara sosok demokrasi adalah produk dan aktualisasi penalaran  manusia sebagai makhluk sosial. Dengan ungkapan lain, perilaku agama selalu mencari rujukan sabda Tuhan dan berusaha mendapatkan justifikasi dari-Nya. Sedangkan demokrasi lebih menitikberatkan pada persoalan manusia dan legitimasinya pun diperoleh dari sesama manusia. Namun, mengingat yang menjadi pelaku, baik agama maupun demokrasi adalah manusia, maka persoalan agama dan demokrasi adalah juga persoalan manusia dan kemanusiaan. Agama merupakan respon manusia terhadap Tuhannya dan demokrasi merupakan respons dan tatakrama manusia sebagai makhluk sosial salam konteks pergaulan dengan sesamanya.[7]

E.     Dimensi Kultural Demokrasi
Sebuah tatanan hidup bersama secara rasional membutuhkan lebih dari sekedar reformasi demokratis prosedural. Remorfasi yang semata meluruskan prosedur-prosedur politik yang melencengan dari garis demokrasi. Demokrasi prosedural belum tentu menghasilkan etika sosial. Demokrasi semacam itu menetapkan prosedur-prosedur guna menjamin apa yang disebut democratic liberties. Sebagian democratic liberties yang umumnya dijamin adalah kebebasan berekspresi, berserikat dan menjalankan syariat agama.
Namun, kebebasan berekspresi bisa dijadikan jalan untuk mengorbankan sentimen anti etnis atau agama tertentu. Kebebasan berserikat bisa dijadikan alasan untuk menghukum para bid’ah. Dan kebebasan beragama tidak mengatur koeksistensi antar umat beragama.
Demokrasi sendiri menutur terpatrinya tiga dimensi kultural. Dimensi pertama adalah kedaulatan populis. Dimensi ini menuntut bahwa rakyat dan bukan pejabat publik yang berdaulat. Musuh besar dimensi pertama demokrasi ini adalah segala bentuk privilese sosial.
Dimensi kedua adalah kesetaraan warga negara. Dimensi ini menutur setiap warga negara dipandang sebagai subyek hukum yang setara dalam melibatkan diri sebagai pengadil proses-proses politik juga sebagai partisipan aktif secara politis.
Untuk itu, peluang warga negara untuk mempengaruhi proses-proses politik harus dijamin setara. Demokrasi cacat apabila satu atau beberapa kelompok masyarakat memiliki defisit peluang dalam mengartikulasikan keyakinan-keyakinannya dalam proses politik.
Dimensi ketiga adalah diskursus demokrasi. Jika tiap-tiap warga negara dipandang sebagai rekanan dalam urusan politik, mereka terlebih dahulu memosisikan diri sebagai individu yang bebas. Deliberasi individu berkonsentrasi pada argumen untuk menolak atau menerima sebuah aksi kolektif. Sehingga, warga negara yang agendanya ditolak paling tidak puas bahwa mereka berpeluang meyakinkan yang lain dan bukan sekedar kalah suara. Sensor, kebohongan dan manipulasi adalah musuh-musuh utama dimensi ketiga demokrasi ini.[8]

F.     Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia mengalami pasang-surut (fluktuasi) dari masa kemerdekaan sampai saat ini. Dalam perjalanan bangsa dan negara Indonesia, masalah pokok yang dihadapi ialahbagaimana demokrasi mewujudkan dirinya dalam berbagai sisi kehidupan berbangsa dan bernegara.[9]
1.      Pembangunan dan Demokratisasi Sistem Ekonomi Indonesia
Usaha untuk mewujudkan demokrasi sistem ekonomi suatu bangsa adalah merupakan bagian dari pembangunan nasional. Dengan demikian upaya untuk mewujudkan demokrasi ekonomi adalah proses yang berlangsung terus menerus karena demokratisasi sistem ekonomi merupakan bagian integral dari demokratisasi berbagai subsistem kehidupan sosial bangsa itu.
Dalam istilah ketahanan nasional Indonesia, demokratisasi sistem ekonomi memerlukan demokratisasi dalam sistem sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan. Demokratisasi dalam keempat subsistem sosial mencerminkan Pancasila yang merupakan ideologi, jiwa, kepribadian, falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Selama semua golongan masyarakat sama-sama dapat menikmati peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan, pertumbuhan ekonomi dalam pembangunan nasional tidak akan dapat menimbulkan konflik sosial. Sistem ekonomi Indonesia dalam masa pemerintahan Orde Baru menggunakan mekanisme pasar dengan pengendalian pemerintah. Untuk meningkatkan partisipasi rakyat dan sekaligus meningkatkan efisiensi pasar, pemerintah Orde Baru mengoreksi etatisme Orde Lama dan terus-menerus melakukan deregulasi dalam berbagai segi kehidupan nasional. Partisipasi rakyat dalam perekonomian nasional disalurkan melalui jalur koperasi dan badan usaha milik swasta.[10]
2.      Mungkinkah ada Demokrasi di Indonesia
Keberhasilan Pembangunan Ekonomi diperkirakan mempunyai dampak pada pengembangan demokrasi, sehingga dapat diharapkan di masa yang akan datang demokrasi akan mewujud secara meningkat di Indonesia.
Tetapi pertanyaan yang timbul adalah, demokrasi yang bagaimana yang akan muncul, bagaimana sikap pelembagaannya dan sampai seberapa jauh dampak proses demokrasi ini pada segi-segi pembangunan lain seperti stabilitas, persatuan dan kesatuan negara, keadilan sosial, pembangunan ekonomi dan seterusnya. Demokrasi kita adalah Demokrasi Pancasila, pelembagaannya mengikuti landasan konstitusional UUD 1945, pengembangan demokrasi harus menunjang proses pembangunan, begitu pula sebaliknya.
Proses-proses demokrasi itu sendiri tidak terlepas dari berbagai masalah seperti ketidakpatuhan, protes, kegaduhan dan lain-lain. Sebaliknya demokrasi itu jaranag sekali tidak stabil, dan kestabilan ini justru lebih terjamin dengan memantapkan demokrasi.[11]
Di Indonesia, pemilu sebagai operasionalisasi konsep demokrasi berlangsung sangat dinamis. Semangat baru pasca runtuhnya rezim otoriter membawa implikasi pada semakin menguatnya tuntutan rakyat untuk mempercepat berlangsungnya proses demokratisasi bidang politik. Sebagai penganut sistem demokrasi, Indonesia berada pada era transisional dari rezim politik otoriter ke demokratis, dari sentralisasi ke desentralisasi.[12]
3.      Demokrasi sebagai “Cara” (Bukan Tujuan)
Persis seperti yang telah dinyatakan salah seorang pemimpin kita bahwa keterbukaan adalah suatu “cara”, bukan “tujuan”. Demokrasi pun harus kita pandang sebagai “cara” mencapai tujuan, dan bukan tujuan itu sendiri. Maka logikanya ialah bahwa suatu bentuk demokrasi tidak dapat ditetapkan begitu saja, secara kaku dan “dogmatis”, jika diperkirakan justru akan merusak atau mengganggu hasil-hasil positif perkembangan negara yang telah dicapai. Suatu masyarakat disebut demokratis selama ia bergerak tanpa berhenti menuju yang lebih baik. Demokrasi Indonesia adalah penerapan ide-ide demokrasi sejagad menurut kondisi Indonesia dan tingkat perkembangannya.[13]


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Demokrasi artinya pemerintahan rakyat, yaitu pemerintahan yang rakyatnya memegang peranan yang sangat menentukan.
2.      Pada abad ke XV hingga XVII dimana monarkhi absolut telah muncul di kawasan Eropa. Berawal dari sinilah maka awal abad ke XIX gagasan mengenai demokrasi mendapat wujud yang kongkrit sebagai program dan sistem politik. Demokrasi kembali mendapatkan tempat dalam penyelenggaraan kekuasaan negara.
3.      Ciri-ciri pokok demokrasi adalah kedaulatan rakyat, musyawarah untuk mufakat, pemikulan tanggung jawab atas pikiran dan perbuatan diri. Jenis-jenis demokrasi berdasarkan cara menyampaikan pendapat yakni demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan. Nilai-nilai demokrasi diantaranya menyelesaikan pertikaian-pertikaian secara damai dan sukarela, senjamin terjadinya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang selalu berubah dan sebagainya. Syarat-syarat tegaknya demokrasi antara lain perlindungan konstitusional, pemilihan hukum yang bebas, kebebasan untuk menyatakan pendapat, berserikat dan beroposisi, badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak serta pendidikan kewarganegaraan
4.      Hubungan agama dan demokrasi yakni perilaku agama selalu mencari rujukan sabda Tuhan dan berusaha mendapatkan justifikasi dari-Nya. Sedangkan demokrasi lebih menitikberatkan pada persoalan manusia dan legitimasinya pun diperoleh dari sesama manusia.
5.      Dimensi kultural demokrasi mencakup tiga hal yaitu kedaulatan populis, kesetaraan warga negara dan diskurs demokrasi.
6.      Di Indonesia, pemilu sebagai operasionalisasi konsep demokrasi berlangsung sangat dinamis. Pemerintahan demokrasi langsung di Indonesia dapat kita lihat dalam pemerintahan desa
B.     SARAN
Mewujudkan budaya demokrasi memang tidak mudah. Perlu ada usaha dari semua warga negara. Yang paling utama tentu saja, adalah adanya niat untuk memahami nilai-nilai demokrasi. Mempraktekkanya secara terus-menerus, atau membiasakannya. Memahami nilai-nilai demokrasi memerlukan pemberlajaran, yaitu belajar dari pengalaman negara-negara yang telah mewujudkan budaya demokrasi dengan lebih baik dibandingkan kita.
Dalam usaha mempraktekan budaya demokrasi, kadang-kadang kita mengalami kegagalan di sana-sini, tetapi itu tidak mengendurkan niat kita untuk terus berusaha memperbaikinya dari hari kehari. Suatu hari nanti, kita berharap bahwa demokrasi telah benar-benar membudaya di tanah air kita, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, diharapkan agar masyarakat ikut mengontrol jalannya pemerintahan agar menuju Indonesia yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Adian, Donny Gahral. Demokrasi Kami. Depok: Koekoesan, 2006.
Asshiddiqie, Jimly. Hukum Tata Negara & Pilar-Pilar Demokrasi. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.
Budiardjo, Miriam. Masalah Kenegaraan. Jakarta: Gramedia, 1980.
Herdiawanto, Heri. Cerdas, Kritis dan Aktif Berwarganegara. Jakarta: Erlangga, 2010.
Mochtar, Hilmy. Demokrasi Politik Lokal di Kota Santri. Malang: UB Press, 2011.
Rosyada, Dede. @.all. Demokrasi, Hak Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media, 2000.
Sulardi. Menuju Sistem Pemerintahan Presidensil Murni. Malang: Setara Press, 2012.
Sulardi. Reformasi Hukum. Malang: Intrans Publishing, 2009.
Taher, Elza Peldi. Demokratisasi Politik, Budaya dan Ekonomi. Jakarta: Temprint, 1994.
Thoha, Arvin Hakim. Demokrasi untuk Pemula. Yogyakarta: KLIK, 2001.




[1] Heri Herdiawanto, Cerdas, Kritis dan Aktif Berwarganegara (Jakarta: Erlangga, 2010) 80-81. Lihat juga Sulardi, Reformasi Hukum (Malang: Intrans Publishing, 2009), 165.
[2] Sulardi, Menuju Sistem Pemerintahan Presidensil Murni (Malang: Setara Press, 2012), 25.
[3] Elza Peldi Taher, Demokratisasi Politik, Budaya dan Ekonomi (Jakarta: Temprint, 1994), 156.
[4] Herdiawanto, Cerdas., 83.
[5] Miriam Budiardjo, Masalah Kenegaraan (Jakarta: Gramedia, 1980), 158.
[6] Arvin Hakim Thoha, Demokrasi untuk Pemula (Yogyakarta: KLIK, 2001), 50.
[7] Taher, Demokratisasi., 189.
[8] Donny Gahral Adian, Demokrasi Kami (Depok: Koekoesan, 2006), 4-6.
[9] Dede Rosyada, @.all, Demokrasi, Hak Manusia dan Masyarakat Madani (Jakarta: Prenada Media, 2000), 130.
[10] Taher, Demokratisasi., 59-61. Lihat juga Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara & Pilar-Pilar Demokrasi (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 293.

[11] Taher, Demokratisasi., 155.
[12] Hilmy Mochtar, Demokrasi Politik Lokal di Kota Santri (Malang: UB Press, 2011), 25-26.
[13] Taher, Demokratisasi., 203-204.

0 komentar:

Posting Komentar