MANUSIA
& CINTA KASIH, PENDERITAAN, KEADILAN, PANDANGAN HIDUP DAN KEINDAHAN
Makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Dosen Pengampu:
Niwari,
M.A.
Disusun Oleh :
LIA INAYATUL M. (931332214)
SITI ZIYANATUL F. (931332314)
MEGA LESTARI (931332414)
PROGRAM STUDI EKONOMI
SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dalam
kehidupan sehari-hari, manusia tidak pernah lepas dari hubungan dengan antar
sesama makhluk-Nya. Manusia dibutuhkan dan membutuhkan makhluk yang lain dalam
kehidupannya. Hubungan saling ketergantungan ini tentu disebabkan dan
menyebabkan banyak hal, beberapa diantaranya adalah cinta kasih, penderitaan
dan keadilan.
Manusia
sebagai makhluk yang berfikir dibekali rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu inilah
yang mendorong untuk mengenal, memahami dan menjelaskan hal yang bersifat
alamiah, sosial dan budaya serta manusia berusaha untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. Dari dorongan rasa ingin tahu dan usaha untuk memahami masalah
menyebabkan manusia dapat mengumpulkan pengetahuan.
Kurangnya
pengetahuan orang mengenai cinta kasih, penderitaan, keadilan, pandangan hidup
dan keindahan membuat penulis ingin untuk menjelaskan kelima hal tersebut.
Kelima hal tersebut merupakan hal-hal yang amat penting untuk diketahui.
Mengapa? Karena hal-hal tersebut sangat berhubungan atau berkaitan dalam
kehidupan seseorang dalam masyarakat. Dan apabila orang tidak mengetahui atau
memahami kelima hal tersebut maka, akan menjadi sebuah permasalahan yang real
dalam kehidupan seseorang dalam mengambil keputusan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
hubungan antara Manusia dan Cinta Kasih?
2. Bagaimana
hubungan antara Manusia dan Penderitaan?
3. Bagaimana
hubungan antara Manusia dan Keadilan?
4. Bagaimana
hubungan antara Manusia dan Pandangan Hidup?
5. Bagaimana
hubungan antara Manusia dan Keindahan?
C.
TUJUAN
Untuk
mengetahui hubungan antara Manusia dan Cinta Kasih, Penderitaan, Keadilan,
Pandangan Hidup dan Keindahan.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Manusia
dan Cinta Kasih
Cinta,
pengertiannya sama dengan kasih sayang sehingga kalau seseorang mencintai orang
lain, artinya orang tersebut berperasaan kasih sayang atau berperasaan suka
terhadap orang lain tersebut. Cinta memegang peranan yang penting dalam
kehidupan manusia, demikian pula cinta adalah pengikat yang kokoh antara
manusia dengan Tuhannya sehingga manusia menyembah Tuhan dengan ikhlas,
mengikuti perintah-Nya, dan berpegang teguh pada syariat-Nya.
Dalam
kehidupan manusia, cinta menampakkan diri dalam berbagai bentuk, mulai dari
seseorang yang mencintai dirinya, istrinya, anaknya, hartanya dan Tuhannya.
Bentuk cinta ini melekat pada diri manusia yang kadarnya bisa berubah menurut
situasi dan kondisi yang mempengaruhinya.[1]
Cinta
tidak mudah diterangkan dan diilustrasikan dengan kata-kata. Ia memiliki daya
luar biasa yang melekat dengan kuat pada diri manusia. Cinta dapat tak terduga
muncul dan hilang begitu saja, atau terus tumbuh seperti cintanya orang tua
terhadap anaknya sejak dilahirkan. Cinta dapat dilukiskan dengan memberi, bukan
meminta sebagai aktualisasi cintanya terhadap orang lain. Berbagai bentuk cinta
dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Cinta
diri
Secara alamiah
manusia mencintai dirinya sendiri. Sebaliknya, manusia membenci segala sesuatu
yang mengganggu dirinya, mendatangkan penderitaan, rasa sakit, dan marabahaya
lainnya. Cinta diri erat hubungannya dengan menjaga diri. Cinta kepada diri
sendiri perlu diimbangi pula dengan cinta terhadap orang lain untuk berbuat
baik. Inilah yang dimaksud dengan cinta diri yang ideal.[2]
b. Cinta
kepada sesama manusia
Motivasi
seseorang mencintai sesama manusia, menurut presepsi sosiologis disebabkan
karena manusia itu merupakan makhluk sosial. Menurut presepsi agama, mencintai
sesama manusia itu merupakan kewajiban. Demikian pula adanya perbedaan warna
kulit, ras, etnis, atau perbedaan fisik manusia. Bahkan dalam agama, sesama
manusia dianggap masih saudara (saudara seiman). Dalam pepatah sering dikatakan
“tak kenal maka tak sayang”, makna kenal di sini dilanjutkan dengan saling
menyayangi dan mencintai antar sesama umat manusia.
c. Cinta
seksual
Cinta erat
kaitannya dengan dorongan seksual, cinta seksual merupakan bagian dari
kebutuhan manusia yang dapat melestarikan kasih sayang, keserasian, dan kerja
sama antara suami dan istri. Seks merupakan faktor yang primer bagi
kelangsungan hidup keluarga.
d. Cinta
kebapakan
Cinta ibu kepada
anaknya atau dorongan keibuan. Dorongan kebapakan tidak seperti dorongan
keibuan, tetapi dorongan psikis. Hal ini tampak dalam cinta bapak terhadap
anaknya karena ia merupakan sumber kesenangan dan kegembiraan dalam hidupnya,
sumber kekuatan dan kebanggaan,dan merupakan faktor penting bagi kelangsungan
peran bapak dalam kehidupan.
e. Cinta
kepada Allah SWT
Puncak cinta
manusia yang paling bening, jernih dan spiritual ialah cinta dan kerinduannya
kepada Allah. Tidak hanya sholat, pujian dan doanya ditujukan kepada Allah,
tetapi semua tindakan dan tingkah lakunya ditujukan kepada Allah dengan
mengharapkan penerimaan ridla-Nya. Cinta seorang mukmin kepada Allah akan
membuat seseorang menjadi mencintai sesama manusia, hewan, semua makhluk Allah,
dan seluruh alam semesta. Hal ini terjadi karena semua yang wujud dipandang
sebagai manifestasi Tuhannya.
f. Cinta
kepada Rasul (Nabi Muhammad SAW)
Cinta kepada
rasul merupakan peringkat kedua setelah cinta kepada Allah SWT. Hal ini
disebabkan karena rasul bagi kaum muslimin merupakan contoh ideal yang sempurna
baik dalam tingkah laku, moral, maupun berbagai sifat luhur lainnya dan juga
merupakan suri teladan yang mengajarkan Al-Qur’an dan kebijaksanaan. Nabi
Muhammad SAW telah menanggung derita dan berjuang dengan penuh tantangan sampai
tegaknya agama Islam.
g. Cinta
kepada orang tua
Cinta kepada ibu-bapak dalam ajaran agama Islam
sangat mendasar, menentukan ridla tidaknya Tuhan kepada manusia. Khusus
mengenai cinta kepada orang tua ini, Tuhan memperingatkan keras melalui ajaran
akhlak mulia dan langsung dengan tata kramanya.[3]
2.
Manusia
dan Penderitaan
Kata
penderitaan berasal dari kata “derita” (dhra
dalam bahasa Sansekerta), artinya: menahan atau menanggung sesuatu yang
tidak menyenangkan, baik itu secara lahir maupun batin. Penderitaan tidak
pernah dipisahkan dari kehidupan manusia, yang berupa keluh kesah,
kesengsaraan, kelaparan, kepanasan, dan lain-lain. Penderitaan ini bisa terjadi
kapan saja dan kepada siapa saja. Penderitaan datang dan pergi tidak pandang
bulu. Untuk itulah manusia harus bekerja keras agar terlepas dari penderitaan.[4]
a. Penderitaan
sebagai fenomena universal
Penderitaan
sebagai fenomena universal tidak mengenal ruang dan waktu, dapat terjadi pada
kehidupan masa lalu, kini, dan masa yang akan datang. Selain itu juga dapat
menimpa siapapun.
b. Penderitaan
sebagai anak penguasaan
Penderitaan yang
terjadi tidak jarang justru disebabkan oleh faktor manusia sendiri. Penderitaan
manusia yang satu tidak bisa dilepaskan dari ulah manusia lainnya. Ini semua
sulit terbantahkan, karena penderitaan itu pada dasarnya merupakan anak
penguasaan.[5]
Berikut ini hal-hal
yang berkaitan dengan penderitaan:
o
Siksaan
Berbagai bentuk siksaan antara lain, yaitu bisa
berupa siksaan di dunia dan siksaan setelah berada di alam baka. Adapun bentuk
siksaan di dunia dapat berupa bencana alam, siksaan hati, siksaan badan,
penyakit, dan lain-lain.
o
Rasa Sakit
Rasa sakit adalah rasa yang tidak enak bagi si
penderita. Penderitaan yang berupa rasa sakit dan siksaan merupakan satu
rangkaian peristiwa yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Karena adanya siksaan
dan rasa sakit membuat orang menjadi menderita. Dalam pengalaman sehari-hari
manusia dikenal adanya tiga macam rasa sakit, yaitu sakit hati, syaraf atau
jiwa, dan sakit fisik.
o
Neraka
Jika manusia mengingat akan dosa maka terbayanglah
neraka, sehingga terlintas dalam alam pikiran manusia adanya siksaan, rasa
sakit, dan penderitaan yang hebat. Hal ini menandakan bahwa antara neraka,
siksaan, rasa sakit, dan penderitaan mempunyai hubungan sebab-akibat yang tidak
dapat dipisah-pisahkan. Manusia masuk neraka karena dosa, maka jika berbicara
tentang dosa berarti berkaitan juga dengan kesalahan.[6]
3.
Manusia
dan Keadilan
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang
seimbang antara hak dan keawajiban. Berbicara tentang keadilan pada dasarnya
tidak bisa terlepas dari kata “hak” dan “kewajiban”. Berdasarkan etis, manusia
dituntut tidak hanya menuntut hak dan melupakan kewajiban. Karena jika manusia
hanya menuntut akan hak, sikap dan tindakannya akan mengarah pada pemerasan dan
memperbudak orang lain. Sebaliknya, jika manusia hanya menjalankan kewajiban
dan lupa menuntut haknya maka akan mudah diperbudak atau diperas orang lain.
Dengan demikian, keadilan itu diperlukan untuk bisa membedakan mana yang hak
dan mana yang kewajiban. Berdasarkan macamnya keadilan dapat dibedakan menjadi
tiga macam:
a. Keadilan
legal.
b. Keadilan
distributif.
c. Keadilan
komunikatif.
Dalam islam keharusan untuk menjaga kebenaran dan
keadilan telah diperintah oleh Allah dalam al-Quran, surat an-Nisaa’ yang
artinya: “sesungguhnya kami telah
menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili
antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah
kamu menjadi penantang (orang-orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang
yang khianat”.
Dalam ajaran Konghucu disebutkan bahwa keadilan
dapat terwujud jika setiap anggota masyarakat bisa menjalankan fungsi dan
peranannya masing-masing.
Tokoh-tokoh filsafat seperti Plato dan Aristoteles
juga tidak mau ketinggalan melontarkan konsep keadilan tersebut. Plato pernah
mengatakan bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari
masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Sedangkan, Aristoteles
berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama
diperlakukan secara sama, dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan secara tidak
sama pula (justice is done when equals
are treated equally).[7]
Berikut ini hal-hal yang berkaitan dengan Keadilan:
o
Kejujuran
Jujur atau kejujuran berarti apa yang dikatakan seseorang
akan sesuai dengan hati nuraninya. Jujur dapat pula diartikan seseorang yang
bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum.
Orang yang menepati janji atau menepati kesanggupan, baik yang telah terlahir
dalam kata-kata maupun yang masih dalam hati (niat) dapat pula dikatakan jujur.
Sedangkan, bagi orang yang tidak menepati niatnya berarti mendustai dirinya
sendiri. Maka niat yang telah terlahir dalam kata-kata jika tidak ditepati
dapat disebut kebohongan.
Setiap orang hendaknya bisa belajar bersikap jujur
karena kejujuran mendatangkan ketentraman hati, menghilangkan rasa takut,
membuat orang tegas, dan yang paling penting mendatangkan keadilan.
o
Kecurangan
Kecurangan artinya apa yang dikatakan tidak sesuai
dengan hati nurani. Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak,
ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai
orang yang paling hebat, dan senang apabila masyarakat di sekelilingnya hidup
menderita.
Ada beberapa sebab mengapa orang itu melakukan
kecurangan-kecurangan. Jika dilihat dari hubungan manusia dengan alam sekitar,
maka ada empat aspek yang menyebabkan manusia berbuat curang, antara lain:
aspek ekonomi, aspek kebudayaan, aspek peradaban, dan aspek teknik.
Keempat aspek tersebut harus dilaksanakan secara
wajar agar berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum.
o
Keutamaan Nama
Baik
Nama baik berhubungan dengan perilaku baik, yang
identik dengan kebenaran dan terpuji, sehingga tidak tercela semasa hidupnya.
Tingkah laku atau perbuatan baik dengan nama baik pada hakekatnya sesuai dengan
kodrat manusia, yaitu:
a. Manusia
menurut sifat dasarnya adalah makhluk bermoral;
b. Ada
aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan
dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.
Nama baik ini harus dipertahankan, sehingga jika
terjadi pencemaran nama baik maka perlu pemulihan nama baik.
Pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan
segala kesalahannya, bahwa yang diperbuatnya selama ini tidak sesuai dengan
akhlak. Untuk memulihkan nama baiknya, seseorang harus bertaubat dan meminta
maaf. Taubat atau permintaan maaf yang dilakukan tidak hanya sampai di bibir,
melainkan harus diyakini dalam hati dan mewujudkannya dengan tindakan nyata. Ia
harus memperbaiki budi pekertinya. Budi pekerti yang baik dapat diwujudkan
dengan sikap ikhlas, tawakal, sabar, jujur, adil, dan budi luhur suka berderma
atau menolong kepada siapapun.[8]
o
Pembalasan
Pembalasan adalah suatu reaksi atas perbuatan orang
lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa. Pembalasan bisa bersifat
positif atau negatif. Dalam pergaulan bisa terjadi pembalasan, pergaulan yang
bersahabat akan mendapatkan balasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaulan yang
penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat.[9]
4.
Manusia
dan Pandangan Hidup
Pandangan
hidup banyak sekali macamnya. Akan tetapi pandangan hidup dapat
diklasifikasikan berdasarkan asalnya yaitu terdiri dari 3 macam :
a.
Pandangan hidup
yang berasal dari agama yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya;
b.
Pandangan hidup
yang berupa ideologi yang di sesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang
terdapat pada negara tersebut;
c.
Pandangan hidup
hasil renungan yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya.[10]
Langkah-Langkah
Berpandang Hidup yang Baik
a. Mengenal
Mengenal
ini merupakan suatu kodrat bagi manusia yaitu merupakan tahap pertama dari
setiap aktivitas hidupnya yang dalam hal ini mengenal apa itu pandangan hidup.
Tentunya kita yakin dan sadar bahwa setiap manusia itu pasti mempunyai
pandangan hidup, maka kita dapat memastikan bahwa pandangan hidup itu ada sejak
manusia itu ada.
b. Mengerti
Tahap
kedua adalah mengerti, maksudnya mengerti terhadap pandangan hidup itu sendiri.
Mengerti di sini memegang peranan penting. Karena dengan mengerti, ada
kecenderungan untuk tunduk pada pandangan hidup itu dan cenderung mengikuti apa
yang terdapat dalam pandangan hidup itu.
c. Menghayati
Menghayati
di sini adalah menghayati nilai-nilai yang tergantung di dalamnya, yaitu dengan
memperluas dan memperdalam pengetahuan mengenai pandangan hidup itu sendiri.
Langkah-langkah yang dapat di tempuh dalam rangka menghayati ini adalah dengan menganalisa hal-hal yang
berhubungan dengan pandangan hidup, bertanya kepada orang yang di anggap lebih
tahu dan lebih berpengalaman mengenai isi pandangan hidup itu.
d. Meyakini
Dengan
yakin (meyakini) berarti secara langsung ada penerimaan yang ikhlas terhadap
pandangan hidup. Adanya sikap menerima secara ikhlas ini maka ada kecenderungan
untuk selalu berpedoman kepadanya dalam segala tingkah laku dan tindakannya
atau setidak-tidaknya tingkah laku dan tindak tanduknya selalu di pengaruhi
oleh pandangan hidup yang di yakininya.
e. Mengabdi
Pengabdian
merupakan suatu hal penting dalam menghayati dan meyakini sesuatu yang telah di
benarkan dan diterima baik oleh dirinya lebih-lebih orang lain. Dengan mengabdi
maka kita akan merasakan manfaatnya.
f. Mengamankan
Mungkin
sudah merupakan sifat manusia bila sudah mengabdi diri pada suatu pandangan
hidup lalu ada orang lain yang
mengganggu dan menyalahkan tentu tidak menerima dan bahkan cenderung untuk
mengadakan perlawanan. Proses mengamankan ini merupakan langkah trakhir. Tidak
mungkin atau sedikit kemungkinan bila belum mendalami langkah sebelumnya lalu
akan ada proses mengamankan ini.[11]
Cita-Cita dan Pandangan
Hidup
Dalam menghadapi berbagai masalah, hambatan,
tantangan, dan gangguan itu manusia perlu mempunyai suatu pelindung dirinya
yaitu pandangan hidup yang teguh. Pandangan hidup ini merupakan pegangannya,
sebab dengan memegang teguh pada pandangan hidup yang di yakininya, maka ia
tidak akan bertindak sesuka hatinya. Bila ia menghadapi masalah, hambatan,
tantangan, dan gangguan serta kesulitan yang menghantuinya, ia tidak akan
bertindak sembrono karena ia mempunyai pandangan hidup yang di pakai ssebagai
pedomannya dalam menyelesaikannya. Disamping itu juga pandangan hidup yang
teguh ini akan mampu memperbaiki segala tingkah lakunya, baik dalam
bermasyarakat maupun dalam menyelesaikan segala masalah, hambatan, gangguan,
dan tantangan sehingga nantinya akan terwujud cita-cita yang didambakannya.[12]
5.
Manusia
dan Keindahan
Keindahan dari kata “indah”, artinya bagus, permai,
cantik, elok, molek, dan sebagainya. Kawasan keindahan manusia sangat luas,
seluas keanekaragaman manusia dan sesuai dengan perkembangan peradaban
teknologi, sosial, dan budaya. Keindahan merupakan bagian kehidupan manusia
yang tidak dapat dipisahkan di mana pun, kapan pun, dan oleh siapa pun.
o
Nilai Estetik
Nilai yang berhubungan dengan segala sesuatu yang
tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai estetik. Unsur-unsur yang
berada di dalam hasil suatu karya turut menentukan kadar estetika yang
ditampilkan. Sebagai contoh dapat dilihat perbedaan bentuk antara puisi
Angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, Angkatan ’45, maupun Angkatan ’66.
Masing-masing angkatan memiliki unsur-unsur yang khas dan turut membentuk
bangunan puisi itu menjadi sebuah spesifikasi, baik itu dipandang dari diksi,
gaya bahasa, rima, irama, dan persajakannya. Semua ciri-ciri tersebut
memperlihatkan karakteristik dari masing-masing angkatan, yang sekaligus akan
dapat menentukan kadar estetika yang dimilikinya.[13]
o
Makna Keindahan
Berikut beberapa persepsi tentang keindahan:
a. Keindahan
adalah sesuatu yang mendatangkan rasa menyenangkan bagi yang melihat. (Tolstoy)
b. Keindahan
adalah keseluruhan yang merupakan susunan yang teratur dari bagian-bagian yang
saling berhubungan satu sama lain, atau dengan keseluruhan itu sendiri. Atau
“beauty is an order of parts in their manual relation and in their relation to
the whole. (Baumgarden)
c. Yang
indah hanyalah yang baik. Jika belum baik, ciptaan itu belum indah. Keindahan
harus dapat memupuk perasaan moral. Jadi ciptaan-ciptaan yang amoral tidak bisa
dikatakan indah, karena tidak dapat digunakan untuk memupuk moral. (Sulzer)
d. Keindahan
dapat terlepas sama sekali dari kebaikan. (Winchelman)
e. Yang
indah adalah yang memiliki proporsi yang harmonis. Karena proporsi yang
harmonis itu nyata, maka keindahan itu dapat disamakan dengan kebaikan. Jadi,
yang indah adalah nyata dan yang nyata adalah yang baik. (Shaftesbury)
f. Keindahan
adalah sesuatu yang dapat mendatangkan rasa senang. (Hume)
g. Yang
indah adalah yang paling banyak mendatangkan rasa senang, dan itu adalah yang
dalam waktu sesingkat-singkatnya paling banyak memberikan pengalaman yang
menyenangkan. (Hamsterhuis)
h. Menurut
Emmanuel Kant, keindahan itu bisa dilihat dari dua segi, yaitu:
1) Dari
segi arti yang subyektif, keindahan dikatakan sebagai sesuatu yang tanpa harus
direnungkan ataupun disangkut-pautkan dengan kegunaan-kegunaan praktis sudah
bisa mendapatkan rasa senang pada diri si penghayat.
2) Dari
segi arti yang obyektif, keindahan bisa diartikan sebagai keserasian yang dikandung
obyek sejauh obyek tersebut tidak ditinjau dari segi gunanya.[14]
Bertolak dari berbagai pendapat tersebut sebenarnya
kita dapat menempatkan pada kelompok-kelompok tersendiri sesuai dengan berbagai
pendapat yang ada, yaitu sebagai berikut:
a. Pengelompokan
pengertian keindahan berdasar pada titik pijak atau landasannya
Dalam hal ini ada 2 pengertian keindahan, yaitu:
1) Keindahan
yang obyektif, adalah keindahan yang memang ada pada obyeknya sementara kita
sebagai pengamat harus menerima sebagaimana mestinya.
2) Keindahan
subyektif, adalah keindahan yang biasanya ditinjau dari segi subyek yang
melihat dan menghayatinya.
b. Pengelompokan
pengertian keindahan dengan berdasar pada cakupannya
Bertitik tolak dari landasan ini kita bisa
membedakan antara keindahan sebagai kualitas abstrak (beauty) dan keindahan sebagai sebuah benda
tertentu yang memang indah (the beautiful).
c. Pengelompokan
pengertian keindahan berdasar luas-sempitnya
Dalam pengelompokan ini kita bisa membedakan antara
pengertian keindahan dalam arti luas, dalam arti estetik murni, dan dalam arti
yang terbatas. Keindahan dalam arti luas menurut The Liang Gie, mengandung gagasan
tentang kebaikan. Sementara itu, keindahan dalam arti estetik murni menyangkut
pengalaman estetik seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang
diserapnya. Adapun keindahan dalam arti terbatas mempunyai arti yang lebih
sempit lagi, yaitu hanya menyangkut benda-benda yang dapat diserap melalui
penglihatan, atau hanya berupa keindahan bentuk dan warna.[15]
Persepsi manusia terhadap keindahan tidaklah sama.
Sebab persepsi manusia terhadap keindahan sangat ditentukan oleh daya penggerak
yang menjadi sumber timbulnya kehendak, atau keinginan terhadap keindahan itu
sendiri. keindahan yang sebenarnya adalah keindahan yang muncul dari persepsi
akal dan budi.[16]
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
· Cinta-kasih
mencakup seluruh obyek, tanpa mengenal agama, bangsa, dan suku, oleh karena itu
cinta-kasih bersifat abadi. Cinta-kasih didasarkan oleh rasa tanggung-jawab,
bukan rasa ingin memiliki; sehingga cinta-kasih tidak mengenal rasa cemburu,
dengki dan iri.
·
Penderitaan disebabkan oleh rasa
kurang dan rasa takut terhadap sesuatu. Penderitaan termasuk penyakit batin
manusia. Oleh karena itu, cara mengatasi penderitaan adalah dengan menumbuhkan
kesadaran diri terhadap eksistensi Tuhan. Setiap orang akan mendapatkan
penderitaan yang bentuk dan sifatnya berbeda, maka dalam kehidupan kita apabila
siap menerima cinta harus siap pula menerima penderitaan yang mungkin saja akan
terjadi.
·
Keadilan sangat berpengaruh terhadap
kehidupan sosial. Yang menjadi ukuran dalam keadilan adalah hak dan kewajiban.
Hak adalah bayaran atas pemenuhan kewajiban, sementara kewajiban adalah hal
yang harus diselesaikan sebagai tanggung jawab atas jabatan atau peran
seseorang. Keadilan pada umumnya sulit diperoleh. Dalam hal ini setiap manusia
dalam memperoleh keadilan biasanya memerlukan pihak-pihak terkait atau pihak
ketiga sebagai penengah dengan harapan pihak tersebut dapat bertindak adil
terhadap pihak-pihak yang berselisih.
·
Dalam menghadapi
berbagai masalah, hambatan, tantangan, dan gangguan itu manusia perlu mempunyai
suatu pelindung dirinya yaitu pandangan hidup yang teguh. Pandangan hidup ini
merupakan pegangannya, sebab dengan memegang teguh pada pandangan hidup yang di
yakininya, maka ia tidak akan bertindak sesuka hatinya.
·
Persepsi manusia
terhadap keindahan tidaklah sama. Sebab persepsi manusia terhadap keindahan
sangat ditentukan oleh daya penggerak yang menjadi sumber timbulnya kehendak,
atau keinginan terhadap keindahan itu sendiri. keindahan yang sebenarnya adalah
keindahan yang muncul dari persepsi akal dan budi.
B.
SARAN
Dengan
diselesaikannya makalah ini penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan
dan pengetahuan pembaca. Selanjutnya penulis juga mengharapkan kritik dan saran
guna peningkatan kualitas dalam penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Haricahyono, Cheppy. Ilmu Budaya Dasar. Surabaya: Usaha
Nasional. 1987.
Mawardi. IAD-ISD-IBD. Bandung: Pustaka Setia. 2000.
Mustopo, M. Habib. Ilmu Budaya Dasar. Surabaya: Usaha
Nasional. 1983.
Sujarwa. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010.
Sulaeman, Munandar. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: Refika
Aditama. 1998.
[4] Sujarwa, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),
78.
[5] Ibid., 80-81.
[6] Mawardi, IAD-ISD-IBD (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 170-171.
[7] Sujarwa, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 59-63.
[8] Ibid., 64-74.
[9] Ibid., 75.
[10] M. Habib Mustopo, Ilmu Budaya Dasar (Surabaya: Usaha
Nasional, 1983), 173.
[11] Ibid., 174-179.
[12] Ibid., 180.
[13] Ibid., 113-119.
[15] Ibid., 210-211
[16] Sujarwa, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),
124.
0 komentar:
Posting Komentar