HUBUNGAN ILMU KALAM, FILSAFAT DAN TASAWUF
MAKALAH
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teologi Islam
Dosen pengampu
Imam Masrur, M, Th.I
Disusun Oleh:
MEGA LESTARI (931332414)
RIKA NITA
OFIANA (931333014)
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2014
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT berkat rahmat, taufik, serta hidayah-Nya
sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Sholawat
serta salam kami curahkan kepada
Nabi besar Muhammad SAW. Adapun tujuan dari makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Teologi Islam.
Penulis menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya bimbingan
dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dosen mata kuliah Teologi Islam, yang
telah memberi ilmu dan pengarahan dalam makalah ini.
2. Bapak dan Ibu yang telah memberikan doa
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
3. Sahabat-sahabat yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini.
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sebagai balasan atas amal baik dari semua pihak yang
telah disebutkan di atas.
Sadar akan kekurangan
dan keterbatasan yang kami miliki, kami mohon maaf jika ada penulisan yang
kurang berkenan di hati bapak dosen dan juga pembaca. Saran dan kritik sangat
kami harapkan untuk kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Kediri,
10 September 2014
Penulis
A.
LATAR BELAKANG
Ilmu
Kalam, Filsafat, dan Tasawuf adalah ilmu yang dilahirkan dari persentuhan umat
Islam dengan berbagai masalah sociocultural yang dihadapi oleh
masyarakat yang sedang berkembang kala itu yang saling mencari dan
mempertahankan kebenaran. Dan karena itu pula, lahirlah para pakar dunia yang
mempertahankan kebenaran mereka masing–masing walaupun dengan cara atau jalan
yang berbeda. Maka dari itu pula dari makalah ini akan kami bahas mengenai
hakikat Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf serta hubungan antar ketiganya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah dan definisi dari Ilmu
Kalam, Filsafat, dan Tasawuf secara
etimologi dan terminologi?
2. Bagaimana persamaan antara Ilmu Kalam,
Filsafat dan Tasawuf?
3. Bagaimana perbedaan antara Ilmu Kalam,
Filsafat dan Tasawuf?
4. Bagaimana hubungan antara Ilmu Kalam,
Filsafat dan Tasawuf?
C.
TUJUAN
1.
Untuk
mengetahui sejarah dan definisi dari
Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf secara
etimologi dan terminologi.
2.
Untuk
mengetahui persamaan antara Ilmu Kalam,
Filsafat dan Tasawuf.
3.
Untuk mengetahui perbedaan antara Ilmu Kalam,
Filsafat dan Tasawuf.
4.
Untuk mengetahui hubungan antara Ilmu Kalam,
Filsafat dan Tasawuf.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Asal-usul dan Definisi
1.
Ilmu Kalam
a.
Asal-Usul Kalam
Dengan
mengutip Asyahrastani, Ali Asy-Syabi mengatakan bahwa istilah kalam mula-mula muncul pada masa
pemerintahan khalifah Al-Makmun (813-833 M) dari Daulah Abbasiyah, dan
diciptakan oleh kaum Mu’tazilah.
Alasan utama penggunaan istilah kalam
ini boleh jadi karena masalah paling menonjol yang mereka perdebatkan yaitu
tentang bicara sebagai salah satu
sifat Tuhan.
Dalam
hubungannya dengan ensiklopedi itu, dengan mengutip Ibn Rusyd, Wolfson
mengatakan bahwa kata “kalam”
digunakan dalam terjemahan Arab dari karya-karya para filosof Yunani untuk
mengartikan istilah “logos” yang dalam
aneka arti harfiyahnya ialah kata-kata,
akal, dan argumen. Istilah “kalam”
kemudian berkembang menjadi berarti setiap cabang khusus ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu ilmu alam disebut ‘Ilm
Al-Kalam Ath-Thabi’i (the physical kalam), dan seterusnya.[1]
Berdasarkan
asal-usul dan pengertian ilmu kalam sebagai mana tersebut diatas, dapat
disimpulkan bahwa ilmu ini dinamakan kalam
karena hal berikut ini:
Pertama, masalah perselisihan yang paling sering
diperdebatkan diantara golongan-golongan Islam adalah masalah-masalah teologis,
terutama menyangkut firman Tuhan atau Kalam Ilahi, baik dihubungkan dengan
persoalan-persoalan manusia seperti baik dan buruk, kebebasan berkehendak,
mukmin dan kafir, maupun dalam hubungannya dengan alam semesta, seperti apakah
alam ini qadim atau hadis.
Kedua, dasar ilmu kalam adalah dalil-dalil aqli sebagaimana yang tampak pada
pembicaraan mutakallimin, mereka
jarang menggunakan dalil-dalil naqli,
kecuali digunakan setelah menetapkan benarnya
pokok persoalan terlebih dahulu, kemudian menggunakan dasar-dasar dalil
pikiran, yakni berupa argumen yang logis-rasional.
Ketiga, pembuktian tentang keyakinan-keyakinan agama
menyerupai logika dalam filsafat.
Oleh karena itu, penamaan ilmu kalam adalah
untuk membedakan dengan logika dalam filsafat.[2]
b.
Definisi Ilmu Kalam
Secara etimologis ilmu kalam berarti pembicaraan
atau perkataan. Di dalam lapisan pemikiran Islam, istilah kalam memiliki dua
pengertian: pertama, Sabda Allah (The Word of God), dan kedua, lebih menunjukkan kepada teologi
dogmatik dalam Islam. Perkataan “kalam” sebenarnya merupakan suatu istilah yang
sudah tidak asing lagi, khususnya bagi kaum muslimin. Secara harfiyah,
perkataan “kalam” dapat ditemukan baik dalam Al-Qur’an maupun di berbagai
sumber lain. Dalam Al-Quran istilah
kalam ini dapat ditemukan dalam ayat-ayat yang berhubungan dengan salah satu
sifat Allah, yakni lafazh kalamullah.dalam surat An-Nisa Ayat 164 :
وكلم الله مو سى تكليما (النساء:١٦٤(
Artinya : “Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara langsung.”( QS.An-Nisa ;164).[3]
Secara
terminologis Dr. Muzaffaruddin Nadvi dalam bukunya Muslim Tought and It’s
Source, melihat pengertian Ilmu Kalam dari aspek sumber, latar belakang
kemunculannya, juga mengungkapkan sisi metodologinya. Ia mengatakan bahwa ilmu
kalam tiada lain adalah “Ilmu Berpikir
yang lahir pada saat terjadinya percekcokan antara penganut islam ortodoks
dengan penganut islam baru.“
Dari
pengertian di atas dapat diperoleh gambaran, bahwa ilmu kalam tiada lain adalah perdebatan teologis diantara umat
Islam yang didasarkan atas argumen-argumen logis-rasional, terutama berkaitan
dengan kalam ilahi yang dihubungkan
dengan persoalan-persoalan manusia seperti baik dan buruk, kebebasan
berkehendak, mukmin dan kafir, maupun dengan alam semesta berkenaan dengan kebaharuan dan keqadiman alam ini.[4]
2.
Filsafat
a.
Asal-Usul Filsafat
Menurut Cicero, penulis Romawi (106-43 SM), orang
yang pertama-tama memakai kata filsafat ialah Pythagoras (497 SM), sebagai
reaksi terhadap orang-orang cendekiawan pada masanya yang menamakan dirinya
“ahli pengetahuan”. Pythagoras mengatakan bahwa pengetahuan dalam artinya yang
lengkap tidak sesuai untuk manusia. Tiap-tiap orang mengalami
kesukaran-kesukaran dalam memperolehnya dan meskipun menghabiskan seluruh
umur-umurnya, namun ia tidak akan mencapai tepinya. Jadi pengetahuan adalah
perkara yang kita cari dan kita ambil sebagian darinya tanpa mencakup
keseluruhannya oleh karena itu, maka kita ini bukan ahli pengetahuan melainkan
mencari dan pencinta pengetahuan yaitu filosof.
Akan tetapi sejarah pemakaian kata-kata tersebut
sudah tidak benar lagi artinya, karena dengan berlalunya masa pada bahasa arab,
“cinta pengetahuan” menjadi “ahli pengetahuan” atau “hakim”. Asal makna
kata-kata “hikmah” ialah “tali kendali” untuk kuda untuk mengekang
kenakalannya. Dari sini, maka diambil kata-kata “hikmah” dalam arti
“pengetahuan” atau “kebijaksanaan” karena hikmah ini menghalang-halangi orang
yang mempunyainya dari perbuatan-perbuatan yang rendah.
Syekh
Mustafa Abdurraziq, setelah meneliti pemakaian kata-kata “filsafat” di kalangan
Muslimin, maka ia berkesimpulan bahwa kata-kata “hikmah dan hakim” dalam bahasa
Arab dipakai dalam arti “filsafat dan filosof” dan sebaliknya. Mereka
mengatakan hukama-ul-Islam atau falasifatul Islam.[5]
Sampai
saat ini kita belum dapat mengetahui kapan sebenarnya filsafat mulai muncul.
Namun para pemikir Kreasionisme percaya, ketika manusia pertama, Nabi
Adam dan Siti Hawa turun di bumi pada 60.000 tahun yang lalu atau abad 600 SM,
Tuhan YME membekali mereka “senjata” berupa akal (termasuk qolbu), untuk menjalani hukuman harus keluar dari surga turun ke
bumi dengan tugasmemelihara kehidupan dunia. Dengan akal manusia berpikir dan
menempuh kehidupannya, menjalankan amanat Tuhan, dan memelihara kehidupan di
bumi. Demikian menurut Kreasionisme, yakni mereka yang percaya pada wacana
agama. Oleh karena itu bersama dengan adanya manusia, pemikiran filsafat pun
ada. Artinya, kegiatan berpikir merupakan ciri manusia sejak 600 abad SM.[6]
b.
Definisi Filsafat
Secara
etimologis (asal-usul kata), istilah filsafat berasal dari kata Yunani philia (love, cinta) dan sophia (wisdom,
kebijaksanaan). Jadi, ditinjau secara etimologis, filsafat berarti cinta pada
kebijaksanaan. Maksudnya,
setiap orang yang berfilsafah akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada
pengetahuan disebut philosopher dalam bahasa Arab disebut failasuf. Kata
filsafat pertama kali digunakan oleh Pythagoras (582-496 SM).[7]
Secara terminologis yaitu istilah
yang menggambarkan apa itu filsafat, perhatikan beberapa contoh definisi
filsafat yang didefinisikan oleh sejumlah filsuf yang berbeda-beda berikut ini
:
°
Filsafat adalah pencarian makna hidup manusia.
°
Filsafat adalah analisis dan kritik atas ilmu
pengetahuan, sampai ditemukan hakikat ilmu pengetahuan yang sebenarnya.
°
Filsafat adalah analisis bahasa, upaya untuk
memahami hakikat bahasa sarana komunikasi manusia.
°
Filsafat adalah kritik kebudayaan.
Filsafat
adalah upaya pemahaman diri melalui simbol-simbol manusiawi (budaya, politik,
bahasa, religi, kesenian).[8]
Dari beberapa pengertian filsafat di
atas dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki
segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada
hakikatnya.
3.
Tasawuf
a.
Asal-Usul Tasawuf
Asal-usul
kata tasawuf diperselisihan kalangan para ulama’. Hal ini dikarenakan antara
lain: pertama, dalam bahasa arab terdapat berbagai kata yang erat kaitannya
dengan kata Shufi (Tasawuf), baik dari segi kata maupun konotasi makna yang
dikandungnya. Kedua, kata Shufi termasuk kata sifat relasional sebagaimana kata
Al-Quraisy (dari kata Quraisy) dan Al-Madani (dari kota Madinah).[9]
Zaki
Mubarak menjelaskan tentang arti kata “tasawuf” (tasawuf berasal dari kata
sufi) seperti berikut: perkataan sufi mungkin berasal dari Ibnu Shauf yang
sudah dikenal sejak sebelum islam sebagai gelar dari seorang anak Arab yang
shaleh yang selalu mengasingkan diri di dekat ka’bah untuk mendekatkan diri
kepada Tuhannya; mungkin juga berasal dari perkataan shufah yang dipergunakan untuk nama ijazah orang naik haji; mungkin
berasal dari kata kerja shafa yang
berarti bersih dan suci; mungkin berasal dari sophia,istilah yunani yang berarti “hikmah” atau “filsafat”;
mungkin berasal dari shuffah, nama
suatu ruangan dekat masjid madinah, tempat Nabi Muhammad SAW. Memberikan
pengajaran kepada para sahabatnya, atau mungkin juga dari kata shuf yang berarti “bulu kambing”, yang
biasanya dijadikan bahan pakaian oleh para sufi kristen dari Siria (suriah).
Al-Biruni
menyatakan bahwa kata “tasawuf” merupakan bentukan dari kata shuf, istilah dari bahasa Yunani artinya
“hikmah”. Karena suf dalam bahasa
Yunani berarti hikmah, maka seorang filosof akan diberi nama philasoya, yang berarti pecinta hikmah.
Begitu juga ketika di dalam islam ada kelompok yang mempunyai pendapat serupa
dengan mereka, maka kelompok itu diberi nama seperti mereka (sufi).
Menurut
sejarah, orang yang memakai kata “sufi” adalah seorang Zaid bernama Abu Hasyim
Al-Kufi di Irak (wafat 150 H). Sedangkan arti kata “sufi” sendiri memiliki
beberapa rumusan, diantaranya ahl
ash-shufah, yaitu mereka para sahabat yang miskin, yang tinggal di suatu
ruangan di masjid nabawi di barisan pertama; shufi juga bermakna suci; sophos,
asal kata Yunani yang berarti hikmah; sedangkan shuf bermakna kain yang dibuat dari bulu domba (kambing), yaitu wol
kasar yang biasa dipakai orang-orang miskin.
Dari
beberapa penjelasan yang kita ambil dari berbagai sumber, secara sepintas sulit
bagi kita untuk memperoleh kepastian tentang asal kata istilah “tasawuf”
tersebut. Tetapi apabila kita telusuri lebih jauh, kita akan memperoleh
kejelasan yang lebih mendekati kebenaran. Jika istilah “sufi” berasal dari nama
Ibnu Shauf, maka beerarti pada zaman jahiliyah kehidupan kaum sufi telah ada di
mekah. Padahal tidak kita temui fakta sejarah yang menyebutkan bahwa di mekah
sejak Nabi SAW dilahirkan sampai hijrah ke Madinah. Ada nama dan kegiatan kaum
sufi. Bahkan pada saat Nabi SAW melakukan tahannuts
di Gua Hiro’ sampai turunnya wahyu yang pertama, tidak ada keterangan
sedikitpun yang menyatakan bahwa ia melakukan hal itu karena meniru pola
mengasingkan dari Ibnu Shauf. Dengan demikianm, anggapan bahwa istilah “sufi”
berasal dari nama Ibnu Shauf adalah tidak wajar.
Akhirnya, jika istilah “sufi” itu juga dianggap
berasal dari kata shuf (bulu domba,
wol kasar) yang biasa dipakai oleh para sufi kristen, hal ini bisa diterima
bahkan antara kata sophia dan shuf
saling menguatkan sebab ajaran sufi di ajaran dunia kristen yang paling
berpengaruh berasal dari Plotinus, sehingga sangat logis jika aliran ini
berpengaruh pada kaum sufi kristen di Siria, Mesir, Baghdad dan Yaman. Lebih
memperkuat lagi ialah bahwa kaum sufi muslim pada umumnya memakai kain shuf.[10]
b.
Definisi Tasawuf
Pengertian
tasawuf menurut istilah dirumuskan dengan berbagai macam definisi. Ada yang
menyatakan bahwa intisari tasawuf adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan
dialog antara ruh manusia dengan Tuhan dengan mengasingkan diri dan
berkontemplasi. Kesadaran berada dekat dengan Tuhan itu dapat mengambil bentuk ittihad (bersatu dengan Tuhan). Maka
penegrtian tasawuf menurut istilah tidak lain yaitu suatu usaha yang
sungguh-sungguh dengan jalan mengasingkan diri sambil bertafakur (kontemplasi),
melepaskan diri dari segala yang bersifat duniawi dan memusatkan diri hanya
kepada Tuhan sehingga bersatu dengan-Nya.[11]
Tasawuf dalam pengertian umum berarti kecenderungan
mistisme universal yang ada sejak dahulu kala, berasaskan sikap zuhud terhadap
keduniaan (asketisme), dan bertujuan membangun hubungan (ittishal) dengan al-mala’
al-a’la yang merupakan sumber kebaikan, emanasi, dan ilumunasi.[12]
B.
Persamaan Ilmu Kalam,
Filsafat, dan Tasawuf
Ilmu Kalam, Filsafat dan tasawuf mempunyai kemiripan
objek kajian. Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan-Nya. Objek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan disamping
masalah alam, manusia dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu, objek kajian
tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya–upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi, dilihat
dari aspek objeknya, ketiga ilmu itu membahas masalah yang berkaitan dengan
ketuhanan.[13]
Baik ilmu
kalam, filsafat maupun tasawuf berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran.
Ilmu kalam, dengan metodenya sendiri berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan
dan yang berkaitan dengan-Nya. Filsafat dengan wataknya sendiri pula, berusaha
menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun manusia (yang belum atau tidak
dapat di jangkau oleh ilmu pengetahuan karena berada di luar atau di atas jangkauannya),
atau tentang Tuhan. Sementara itu, Tasawuf juga dengan metodenya yang tipikal
berusaha menghampiri kebenaran yang berkaitan dengan perjalanan spiritual
menuju Tuhan.
C.
Perbedaan Ilmu Kalam,
Filsafat, dan Tasawuf
Perbedaan diantara
ketiga ilmu tersebut terletak pada aspek metodologinya Ilmu Kalam, sebagai ilmu
yang menggunakan logika berfungsi juga untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama,
yang sangat tampak nilai–nilai apologinya. Pada dasarnya ilmu ini menggunakan
metode dialektika (jadaliah) dikenal juga dengan istilah dialog keagamaan.
Sebagai sebuah dialog keagamaan, ilmu kalam berisi keyakinan–keyakinan
kebenaran agama yang dipertahankan melalui argument–argument rasional. Sebagian
ilmuwan bahkan mengatakan bahwa ilmu ini berisi keyakinan–keyakinan kebenaran,
praktek dan pelaksanaan ajaran agama, serta pengalaman keagamaan yang
dijelaskan dengan pendekatan rasional.
Sementara itu, filsafat itu sebuah ilmu yang digunakan
untuk memperoleh kebenaran rasional. Metode yang digunakannya pun adalah metode
rasional. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan (mengembarakan
atau mengelanakan) akal budi secara radikal (mengakar) dan integral (mengalami)
serta universal (menyeluruh) tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali
oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama logika. Peranan filsafat sebagaimana
dikatakan Socrates adalah berpegang teguh pada ilmu pengetahuan melalui usaha
menjelaskan konsep–konsep.
Adapun ilmu tasawuf
adalah ilmu yang lebih menekankan rasa daripada rasio. Oleh sebab itu, filsafat
dan tasawuf sangat distingtif. Sebagai sebuah ilmu yang prosesnya diperoleh
dari rasa, ilmu tasawuf bersifat sangat subyektif, yakni sangat berkaitan
dengan pengalaman seseorang. Itulah sebabnya, bahasa tasawuf sering tampak aneh
bila dilihat dari aspek rasio. Hal ini karena pengalaman rasa sangat sulit
dibahasakan.
Di dalam
pertumbuhannya, ilmu kalam (teologi) berkembang menjadi teologi rasional dan
teologi tradisional. Filsafat berkembang menjadi sains dan filsafat sendiri.
Sains berkembang menjadi sains kealaman, sosial, dan humaniora sedangkan
filsafat berkembang menjadi filsafat klasik, pertengahan, dan filsafat modern.
Tasawuf selanjutnya berkembang menjadi tasawuf praktis dan tasawuf teoritis.[14]
D.
Hubungan Ilmu Kalam, Filsafat
dan Tasawuf
Dari
pembahasan-pembahasan ini, dapat disimpulkan bahwasanya hubungan dari ketiga
ilmu di atas adalah sama-sama mencari kebenaran tentang Tuhan. Kebenaran dalam
Ilmu Kalam berupa diketahuinya kebenaran ajaran agama melalui penalaran
rasional lalu dirujukkan kepada nash (Al-Qur’an dan Hadis).
Kebenaran
daam filsafat berupa kebenaran spekulatif tentang segala yang ada (wujud) yakni
tidak dapat dibuktikan dengan riset dan eksperiment. Filsafat menemukan
kebenaran dengan menuangkan akal budi secara radikal, integral, dan universal.
Ilmu kalam dengan
metodenya, berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan dan yang berkaitan
dengan-Nya. Tasawuf juga dengan metodenya, menghampiri kebenaran yang berkaitan
dengan perjalanan spiritual menuju Tuhan. Dan filsafat, dengan metodenya
sendiri pula berusaha menghampiri kebenaran baik tentang alam maupun manusia
(yang dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan karena berada di luar atau di atas
jangkauannya), atau tentang Tuhan.[15]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Ilmu kalam adalah perdebatan teologis diantara umat Islam yang didasarkan atas
argumen-argumen logis-rasional, terutama berkaitan dengan kalam ilahi yang dihubungkan dengan persoalan-persoalan manusia
seperti baik dan buruk, kebebasan berkehendak, mukmin dan kafir, maupun dengan
alam semesta berkenaan dengan kebaharuan
dan keqadiman alam ini
2. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan mempergunakan akal
sampai pada hakikatnya.
3. Tasawuf adalah upaya untuk melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat
membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak
yang mulia dan dekat dengan Allah SWT. Dengan kata lain tasawuf adalah bidang
kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat
dengan Tuhan. Inilah esensi atau hakikat tasawuf.
4. Hubungan dari ketiga ilmu tersebut adalah objek kajiannya sama
yaitu tentang ketuhanan. Akan tetapi yang menjadi perbedaan adalah
metodologinya yaitu kalau ilmu kalam melalui akal, kepercayaan, dan perasaan.
Kalau filsafat melalui akal/fikiran. Sedangkan tasawuf melalui rasa atau
perasaan.
B.
Saran
Diharapkan para pelajar dan umumnya pada kita
semua, untuk mempelajari ilmu kalam, filsafat dan tasawuf untuk menambah
khazanah ilmu pengetahuan. Dan mengetahui peranan ilmu kalam, filsafat, dan
tasawuf. Ketiganya sangat berperan penting dalam bidang keilmuan dan sebagai
wacana keislaman. Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang
menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Oleh sebab itu, kita
sebaiknya mengetahui secara spesifik perbedaan dan persamaan antara ketigannya.
Agar kita, khususnya mahasiswa tidak salah mengartikan tentang ilmu kalam,
filsafat dan tasawuf.
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin, Zaenal. Pengantar
Filsafat Barat. Jakarta: Rajawali
Pers, 2012.
Atradies, Lukman. “Hubungan Ilmu Kalam, Filsafat dan
Tasawuf“. http://lukmanamelyah.blogspot.com/2013/01/hubungan-ilmu-kalam-dengan-tasawuf-dan.html,
(diakses pada tanggal 10 September 2014,
jam 19.20 WIB).
Djaelani, Abdul Qadir. Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf. Jakarta:
Gema Insani Press, 1996.
Ghazali, Adeng Muchtar. Perkembangan
Ilmu Kalam Dari Klasik Hingga Modern.
Bandung: Pustaka Setia, 2005.
Hajjaj, Muhammad
Fauqi. Tasawuf Islam & Akhlak. Jakarta:
Amzah, 2011.
Hanafi, Ahmad. Pengantar
Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Mas’ud, Ali. Akhlak Tasawuf. Sidoarjo:
Star Safira, 2012.
Rozak, Abdul dan Rosihan Anwar. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia,
2007.
Wiramihardja, Sutardjo. Pengantar Filsafat. Bandung: Refika
Aditama, 2006.
[1] Adeng Muchtar Ghazali, Perkembangan Ilmu Kalam Dari Klasik Hingga
Modern (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 24.
[2] Ibid., 25.
[3] Ibid., 19.
[5] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam (Jakarta: Bulan
Bintang, 1996), 3.
[6] Sutardjo Wiramihardja, Pengantar Filsafat (Bandung: Refika
Aditama, 2006), 55-56.
[7] Zaenal Abidin, Pengantar Filsafat
Barat (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 9.
[9] Ali Mas’ud, Akhlak
Tasawuf (Sidoarjo: Star Safira, 2012), 85.
[10] Abdul Qadir Djaelani, Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf (Jakarta:
Gema Insani Press, 1996), 11-14.
[11] Ibid., 14-15.
[14] Ibid., 40-42.
[15] Lukman, “Hubungan Ilmu
Kalam, Filsafat dan Tasawuf”,
http://lukmanamelyah.blogspot.com/2013/01/hubungan-ilmu-kalam-dengan-tasawuf-dan.html,
diakses 10 September 2014, jam 19.20
WIB.
Semoga bermanfaat :)
BalasHapus