Sabtu, 22 Agustus 2015

1. Teologi-Hubungan Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf




HUBUNGAN ILMU KALAM, FILSAFAT DAN TASAWUF

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teologi Islam
Dosen pengampu Imam Masrur, M, Th.I
Disusun Oleh:
MEGA LESTARI                  (931332414)
RIKA NITA OFIANA          (931333014)


PRODI EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI

                                                 2014      


KATA PENGANTAR


            Segala puji bagi Allah SWT berkat rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam kami curahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Adapun tujuan dari makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Teologi Islam.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya bimbingan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.   Dosen mata kuliah Teologi Islam, yang telah memberi ilmu dan pengarahan dalam makalah ini.
2.   Bapak dan Ibu yang telah memberikan doa sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
3.   Sahabat-sahabat yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
   Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sebagai balasan atas amal baik dari semua pihak yang telah disebutkan di atas.
Sadar akan kekurangan dan keterbatasan yang kami miliki, kami mohon maaf jika ada penulisan yang kurang berkenan di hati bapak dosen dan juga pembaca. Saran dan kritik sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.


Kediri, 10 September  2014

             

Penulis



A.    LATAR BELAKANG

Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf adalah ilmu yang dilahirkan dari persentuhan umat Islam dengan berbagai masalah sociocultural yang dihadapi oleh masyarakat yang sedang berkembang kala itu yang saling mencari dan mempertahankan kebenaran. Dan karena itu pula, lahirlah para pakar dunia yang mempertahankan kebenaran mereka masing–masing walaupun dengan cara atau jalan yang berbeda. Maka dari itu pula dari makalah ini akan kami bahas mengenai hakikat Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf serta hubungan antar ketiganya.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.    Bagaimana sejarah dan definisi dari Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf  secara etimologi dan terminologi?
2.    Bagaimana persamaan antara Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf?
3.    Bagaimana perbedaan antara Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf?
4.    Bagaimana hubungan antara Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf?

C.    TUJUAN
1.      Untuk mengetahui sejarah dan definisi dari Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf  secara etimologi dan terminologi.
2.      Untuk mengetahui persamaan antara Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf.
3.      Untuk mengetahui perbedaan antara Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf.
4.      Untuk mengetahui hubungan antara Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf.



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Asal-usul dan Definisi

1.    Ilmu Kalam

a.    Asal-Usul Kalam

Dengan mengutip Asyahrastani, Ali Asy-Syabi mengatakan bahwa istilah kalam mula-mula muncul pada masa pemerintahan khalifah Al-Makmun (813-833 M) dari Daulah Abbasiyah, dan diciptakan oleh kaum Mu’tazilah. Alasan utama penggunaan istilah kalam ini boleh jadi karena masalah paling menonjol yang mereka perdebatkan yaitu tentang bicara sebagai salah satu sifat Tuhan.
Dalam hubungannya dengan ensiklopedi itu, dengan mengutip Ibn Rusyd, Wolfson mengatakan bahwa kata “kalam” digunakan dalam terjemahan Arab dari karya-karya para filosof Yunani untuk mengartikan istilah “logos” yang dalam aneka arti harfiyahnya ialah kata-kata, akal, dan argumen. Istilah “kalam” kemudian berkembang menjadi berarti setiap cabang khusus ilmu pengetahuan. Oleh karena itu ilmu alam disebut ‘Ilm Al-Kalam Ath-Thabi’i (the physical kalam), dan seterusnya.[1]
Berdasarkan asal-usul dan pengertian ilmu kalam sebagai mana tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa ilmu ini dinamakan kalam karena hal berikut ini:
Pertama, masalah perselisihan yang paling sering diperdebatkan diantara golongan-golongan Islam adalah masalah-masalah teologis, terutama menyangkut firman Tuhan atau Kalam Ilahi, baik dihubungkan dengan persoalan-persoalan manusia seperti baik dan buruk, kebebasan berkehendak, mukmin dan kafir, maupun dalam hubungannya dengan alam semesta, seperti apakah alam ini qadim atau hadis. 
Kedua, dasar ilmu kalam adalah dalil-dalil aqli sebagaimana yang tampak pada pembicaraan mutakallimin, mereka jarang menggunakan dalil-dalil naqli, kecuali digunakan setelah menetapkan benarnya pokok persoalan terlebih dahulu, kemudian menggunakan dasar-dasar dalil pikiran, yakni berupa argumen yang logis-rasional.
Ketiga, pembuktian tentang keyakinan-keyakinan agama menyerupai logika dalam filsafat. Oleh karena itu, penamaan ilmu kalam adalah untuk membedakan dengan logika dalam filsafat.[2]

b.   Definisi Ilmu Kalam

Secara etimologis ilmu kalam berarti pembicaraan atau perkataan. Di dalam lapisan pemikiran Islam, istilah kalam memiliki dua pengertian: pertama, Sabda Allah (The Word of God), dan kedua, lebih menunjukkan kepada teologi dogmatik dalam Islam. Perkataan “kalam” sebenarnya merupakan suatu istilah yang sudah tidak asing lagi, khususnya bagi kaum muslimin. Secara harfiyah, perkataan “kalam” dapat ditemukan baik dalam Al-Qur’an maupun di berbagai sumber lain. Dalam Al-Quran istilah kalam ini dapat ditemukan dalam ayat-ayat yang berhubungan dengan salah satu sifat Allah, yakni lafazh kalamullah.dalam surat An-Nisa Ayat 164 :
   وكلم الله مو سى تكليما (النساء:١٦٤(
Artinya : “Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara langsung.”( QS.An-Nisa  ;164).[3]
Secara terminologis Dr. Muzaffaruddin Nadvi dalam bukunya Muslim Tought and It’s Source, melihat pengertian Ilmu Kalam dari aspek sumber, latar belakang kemunculannya, juga mengungkapkan sisi metodologinya. Ia mengatakan bahwa ilmu kalam tiada lain adalah “Ilmu Berpikir yang lahir pada saat terjadinya percekcokan antara penganut islam ortodoks dengan penganut islam baru.“
Dari pengertian di atas dapat diperoleh gambaran, bahwa ilmu kalam tiada lain adalah perdebatan teologis diantara umat Islam yang didasarkan atas argumen-argumen logis-rasional, terutama berkaitan dengan kalam ilahi yang dihubungkan dengan persoalan-persoalan manusia seperti baik dan buruk, kebebasan berkehendak, mukmin dan kafir, maupun dengan alam semesta berkenaan dengan kebaharuan dan keqadiman alam ini.[4]

2.    Filsafat

a.    Asal-Usul Filsafat

Menurut Cicero, penulis Romawi (106-43 SM), orang yang pertama-tama memakai kata filsafat ialah Pythagoras (497 SM), sebagai reaksi terhadap orang-orang cendekiawan pada masanya yang menamakan dirinya “ahli pengetahuan”. Pythagoras mengatakan bahwa pengetahuan dalam artinya yang lengkap tidak sesuai untuk manusia. Tiap-tiap orang mengalami kesukaran-kesukaran dalam memperolehnya dan meskipun menghabiskan seluruh umur-umurnya, namun ia tidak akan mencapai tepinya. Jadi pengetahuan adalah perkara yang kita cari dan kita ambil sebagian darinya tanpa mencakup keseluruhannya oleh karena itu, maka kita ini bukan ahli pengetahuan melainkan mencari dan pencinta pengetahuan yaitu filosof.
Akan tetapi sejarah pemakaian kata-kata tersebut sudah tidak benar lagi artinya, karena dengan berlalunya masa pada bahasa arab, “cinta pengetahuan” menjadi “ahli pengetahuan” atau “hakim”. Asal makna kata-kata “hikmah” ialah “tali kendali” untuk kuda untuk mengekang kenakalannya. Dari sini, maka diambil kata-kata “hikmah” dalam arti “pengetahuan” atau “kebijaksanaan” karena hikmah ini menghalang-halangi orang yang mempunyainya dari perbuatan-perbuatan yang rendah.
Syekh Mustafa Abdurraziq, setelah meneliti pemakaian kata-kata “filsafat” di kalangan Muslimin, maka ia berkesimpulan bahwa kata-kata “hikmah dan hakim” dalam bahasa Arab dipakai dalam arti “filsafat dan filosof” dan sebaliknya. Mereka mengatakan hukama-ul-Islam atau falasifatul Islam.[5]
Sampai saat ini kita belum dapat mengetahui kapan sebenarnya filsafat mulai muncul. Namun para pemikir Kreasionisme percaya, ketika manusia pertama, Nabi Adam dan Siti Hawa turun di bumi pada 60.000 tahun yang lalu atau abad 600 SM, Tuhan YME membekali mereka “senjata” berupa akal (termasuk qolbu), untuk menjalani hukuman harus keluar dari surga turun ke bumi dengan tugasmemelihara kehidupan dunia. Dengan akal manusia berpikir dan menempuh kehidupannya, menjalankan amanat Tuhan, dan memelihara kehidupan di bumi. Demikian menurut Kreasionisme, yakni mereka yang percaya pada wacana agama. Oleh karena itu bersama dengan adanya manusia, pemikiran filsafat pun ada. Artinya, kegiatan berpikir merupakan ciri manusia sejak 600 abad SM.[6]

b.   Definisi Filsafat

Secara etimologis (asal-usul kata), istilah filsafat berasal dari kata Yunani philia (love, cinta) dan sophia (wisdom, kebijaksanaan). Jadi, ditinjau secara etimologis, filsafat berarti cinta pada kebijaksanaan. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafah akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut philosopher dalam bahasa Arab disebut failasuf. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Pythagoras (582-496 SM).[7]
Secara terminologis yaitu istilah yang menggambarkan apa itu filsafat, perhatikan beberapa contoh definisi filsafat yang didefinisikan oleh sejumlah filsuf yang berbeda-beda berikut ini :
°         Filsafat adalah pencarian makna hidup manusia.
°         Filsafat adalah analisis dan kritik atas ilmu pengetahuan, sampai ditemukan hakikat ilmu pengetahuan yang sebenarnya.
°         Filsafat adalah analisis bahasa, upaya untuk memahami hakikat bahasa sarana komunikasi manusia.
°         Filsafat adalah kritik kebudayaan.
Filsafat adalah upaya pemahaman diri melalui simbol-simbol manusiawi (budaya, politik, bahasa, religi, kesenian).[8]
Dari beberapa pengertian filsafat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya.

3.      Tasawuf

a.    Asal-Usul Tasawuf

Asal-usul kata tasawuf diperselisihan kalangan para ulama’. Hal ini dikarenakan antara lain: pertama, dalam bahasa arab terdapat berbagai kata yang erat kaitannya dengan kata Shufi (Tasawuf), baik dari segi kata maupun konotasi makna yang dikandungnya. Kedua, kata Shufi termasuk kata sifat relasional sebagaimana kata Al-Quraisy (dari kata Quraisy) dan Al-Madani (dari kota Madinah).[9]
Zaki Mubarak menjelaskan tentang arti kata “tasawuf” (tasawuf berasal dari kata sufi) seperti berikut: perkataan sufi mungkin berasal dari Ibnu Shauf yang sudah dikenal sejak sebelum islam sebagai gelar dari seorang anak Arab yang shaleh yang selalu mengasingkan diri di dekat ka’bah untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya; mungkin juga berasal dari perkataan shufah yang dipergunakan untuk nama ijazah orang naik haji; mungkin berasal dari kata kerja shafa yang berarti bersih dan suci; mungkin berasal dari sophia,istilah yunani yang berarti “hikmah” atau “filsafat”; mungkin berasal dari shuffah, nama suatu ruangan dekat masjid madinah, tempat Nabi Muhammad SAW. Memberikan pengajaran kepada para sahabatnya, atau mungkin juga dari kata shuf yang berarti “bulu kambing”, yang biasanya dijadikan bahan pakaian oleh para sufi kristen dari Siria (suriah).
Al-Biruni menyatakan bahwa kata “tasawuf” merupakan bentukan dari kata shuf, istilah dari bahasa Yunani artinya “hikmah”. Karena suf dalam bahasa Yunani berarti hikmah, maka seorang filosof akan diberi nama philasoya, yang berarti pecinta hikmah. Begitu juga ketika di dalam islam ada kelompok yang mempunyai pendapat serupa dengan mereka, maka kelompok itu diberi nama seperti mereka (sufi).
Menurut sejarah, orang yang memakai kata “sufi” adalah seorang Zaid bernama Abu Hasyim Al-Kufi di Irak (wafat 150 H). Sedangkan arti kata “sufi” sendiri memiliki beberapa rumusan, diantaranya ahl ash-shufah, yaitu mereka para sahabat yang miskin, yang tinggal di suatu ruangan di masjid nabawi di barisan pertama; shufi juga bermakna suci; sophos, asal kata Yunani yang berarti hikmah; sedangkan shuf bermakna kain yang dibuat dari bulu domba (kambing), yaitu wol kasar yang biasa dipakai orang-orang miskin.
Dari beberapa penjelasan yang kita ambil dari berbagai sumber, secara sepintas sulit bagi kita untuk memperoleh kepastian tentang asal kata istilah “tasawuf” tersebut. Tetapi apabila kita telusuri lebih jauh, kita akan memperoleh kejelasan yang lebih mendekati kebenaran. Jika istilah “sufi” berasal dari nama Ibnu Shauf, maka beerarti pada zaman jahiliyah kehidupan kaum sufi telah ada di mekah. Padahal tidak kita temui fakta sejarah yang menyebutkan bahwa di mekah sejak Nabi SAW dilahirkan sampai hijrah ke Madinah. Ada nama dan kegiatan kaum sufi. Bahkan pada saat Nabi SAW melakukan tahannuts di Gua Hiro’ sampai turunnya wahyu yang pertama, tidak ada keterangan sedikitpun yang menyatakan bahwa ia melakukan hal itu karena meniru pola mengasingkan dari Ibnu Shauf. Dengan demikianm, anggapan bahwa istilah “sufi” berasal dari nama Ibnu Shauf adalah tidak wajar.
Akhirnya, jika istilah “sufi” itu juga dianggap berasal dari kata shuf (bulu domba, wol kasar) yang biasa dipakai oleh para sufi kristen, hal ini bisa diterima bahkan antara kata sophia dan shuf saling menguatkan sebab ajaran sufi di ajaran dunia kristen yang paling berpengaruh berasal dari Plotinus, sehingga sangat logis jika aliran ini berpengaruh pada kaum sufi kristen di Siria, Mesir, Baghdad dan Yaman. Lebih memperkuat lagi ialah bahwa kaum sufi muslim pada umumnya memakai kain shuf.[10]

b.   Definisi Tasawuf

Pengertian tasawuf menurut istilah dirumuskan dengan berbagai macam definisi. Ada yang menyatakan bahwa intisari tasawuf adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi. Kesadaran berada dekat dengan Tuhan itu dapat mengambil bentuk ittihad (bersatu dengan Tuhan). Maka penegrtian tasawuf menurut istilah tidak lain yaitu suatu usaha yang sungguh-sungguh dengan jalan mengasingkan diri sambil bertafakur (kontemplasi), melepaskan diri dari segala yang bersifat duniawi dan memusatkan diri hanya kepada Tuhan sehingga bersatu dengan-Nya.[11]
Tasawuf dalam pengertian umum berarti kecenderungan mistisme universal yang ada sejak dahulu kala, berasaskan sikap zuhud terhadap keduniaan (asketisme), dan bertujuan membangun hubungan (ittishal) dengan al-mala’ al-a’la yang merupakan sumber kebaikan, emanasi, dan ilumunasi.[12]

B.     Persamaan Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf

Ilmu Kalam, Filsafat dan tasawuf mempunyai kemiripan objek kajian. Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Objek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan disamping masalah alam, manusia dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu, objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya–upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi, dilihat dari aspek objeknya, ketiga ilmu itu membahas masalah yang berkaitan dengan ketuhanan.[13]
Baik ilmu kalam, filsafat maupun tasawuf berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran. Ilmu kalam, dengan metodenya sendiri berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan dan yang berkaitan dengan-Nya. Filsafat dengan wataknya sendiri pula, berusaha menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun manusia (yang belum atau tidak dapat di jangkau oleh ilmu pengetahuan karena berada di luar atau di atas jangkauannya), atau tentang Tuhan. Sementara itu, Tasawuf juga dengan metodenya yang tipikal berusaha menghampiri kebenaran yang berkaitan dengan perjalanan spiritual menuju Tuhan.

C.    Perbedaan Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf

Perbedaan diantara ketiga ilmu tersebut terletak pada aspek metodologinya Ilmu Kalam, sebagai ilmu yang menggunakan logika berfungsi juga untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama, yang sangat tampak nilai–nilai apologinya. Pada dasarnya ilmu ini menggunakan metode dialektika (jadaliah) dikenal juga dengan istilah dialog keagamaan. Sebagai sebuah dialog keagamaan, ilmu kalam berisi keyakinan–keyakinan kebenaran agama yang dipertahankan melalui argument–argument rasional. Sebagian ilmuwan bahkan mengatakan bahwa ilmu ini berisi keyakinan–keyakinan kebenaran, praktek dan pelaksanaan ajaran agama, serta pengalaman keagamaan yang dijelaskan dengan pendekatan rasional.
Sementara itu, filsafat itu sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional. Metode yang digunakannya pun adalah metode rasional. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan (mengembarakan atau mengelanakan) akal budi secara radikal (mengakar) dan integral (mengalami) serta universal (menyeluruh) tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama logika. Peranan filsafat sebagaimana dikatakan Socrates adalah berpegang teguh pada ilmu pengetahuan melalui usaha menjelaskan konsep–konsep.
Adapun ilmu tasawuf adalah ilmu yang lebih menekankan rasa daripada rasio. Oleh sebab itu, filsafat dan tasawuf sangat distingtif. Sebagai sebuah ilmu yang prosesnya diperoleh dari rasa, ilmu tasawuf bersifat sangat subyektif, yakni sangat berkaitan dengan pengalaman seseorang. Itulah sebabnya, bahasa tasawuf sering tampak aneh bila dilihat dari aspek rasio. Hal ini karena pengalaman rasa sangat sulit dibahasakan.
Di dalam pertumbuhannya, ilmu kalam (teologi) berkembang menjadi teologi rasional dan teologi tradisional. Filsafat berkembang menjadi sains dan filsafat sendiri. Sains berkembang menjadi sains kealaman, sosial, dan humaniora sedangkan filsafat berkembang menjadi filsafat klasik, pertengahan, dan filsafat modern. Tasawuf selanjutnya berkembang menjadi tasawuf praktis dan tasawuf teoritis.[14]

D.    Hubungan Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf

Dari pembahasan-pembahasan ini, dapat disimpulkan bahwasanya hubungan dari ketiga ilmu di atas adalah sama-sama mencari kebenaran tentang Tuhan. Kebenaran dalam Ilmu Kalam berupa diketahuinya kebenaran ajaran agama melalui penalaran rasional lalu dirujukkan kepada nash (Al-Qur’an dan Hadis).
Kebenaran daam filsafat berupa kebenaran spekulatif tentang segala yang ada (wujud) yakni tidak dapat dibuktikan dengan riset dan eksperiment. Filsafat menemukan kebenaran dengan menuangkan akal budi secara radikal, integral, dan universal.
Ilmu kalam dengan metodenya, berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan dan yang berkaitan dengan-Nya. Tasawuf juga dengan metodenya, menghampiri kebenaran yang berkaitan dengan perjalanan spiritual menuju Tuhan. Dan filsafat, dengan metodenya sendiri pula berusaha menghampiri kebenaran baik tentang alam maupun manusia (yang dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan karena berada di luar atau di atas jangkauannya), atau tentang Tuhan.[15]

BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan

1.    Ilmu kalam adalah perdebatan teologis diantara umat Islam yang didasarkan atas argumen-argumen logis-rasional, terutama berkaitan dengan kalam ilahi yang dihubungkan dengan persoalan-persoalan manusia seperti baik dan buruk, kebebasan berkehendak, mukmin dan kafir, maupun dengan alam semesta berkenaan dengan kebaharuan dan keqadiman alam ini
2.    Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya.
3.    Tasawuf adalah upaya untuk melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah SWT. Dengan kata lain tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan. Inilah esensi atau hakikat tasawuf.
4.    Hubungan dari ketiga ilmu tersebut adalah objek kajiannya sama yaitu tentang ketuhanan. Akan tetapi yang menjadi perbedaan adalah metodologinya yaitu kalau ilmu kalam melalui akal, kepercayaan, dan perasaan. Kalau filsafat melalui akal/fikiran. Sedangkan tasawuf melalui rasa atau perasaan.

B.     Saran

 Diharapkan para pelajar dan umumnya pada kita semua, untuk mempelajari ilmu kalam, filsafat dan tasawuf untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan. Dan mengetahui peranan ilmu kalam, filsafat, dan tasawuf. Ketiganya sangat berperan penting dalam bidang keilmuan dan sebagai wacana keislaman. Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Oleh sebab itu, kita sebaiknya mengetahui secara spesifik perbedaan dan persamaan antara ketigannya. Agar kita, khususnya mahasiswa tidak salah mengartikan tentang ilmu kalam, filsafat dan tasawuf.


DAFTAR PUSTAKA


Abidin, Zaenal. Pengantar Filsafat Barat.  Jakarta: Rajawali Pers, 2012. 
Atradies, Lukman. “Hubungan Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf“. http://lukmanamelyah.blogspot.com/2013/01/hubungan-ilmu-kalam-dengan-tasawuf-dan.html, (diakses pada tanggal 10 September  2014, jam 19.20 WIB).
Djaelani, Abdul Qadir. Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf. Jakarta: Gema Insani Press, 1996.
Ghazali, Adeng Muchtar. Perkembangan Ilmu Kalam Dari Klasik Hingga Modern.  Bandung: Pustaka Setia, 2005.
Hajjaj, Muhammad Fauqi. Tasawuf Islam & Akhlak. Jakarta: Amzah, 2011.
Hanafi, Ahmad. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Mas’ud, Ali. Akhlak Tasawuf. Sidoarjo: Star Safira, 2012.
Rozak, Abdul dan Rosihan Anwar. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Wiramihardja, Sutardjo. Pengantar Filsafat. Bandung: Refika Aditama, 2006.



[1] Adeng Muchtar Ghazali, Perkembangan Ilmu Kalam Dari Klasik Hingga Modern  (Bandung: Pustaka Setia, 2005),  24.
[2] Ibid., 25.
[3] Ibid., 19.
[4] Ibid., 23.
[5] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), 3.
[6] Sutardjo Wiramihardja, Pengantar Filsafat (Bandung: Refika Aditama, 2006), 55-56.
[7] Zaenal Abidin, Pengantar Filsafat Barat (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 9.
[8] Ibid., 11.
[9] Ali Mas’ud,  Akhlak Tasawuf (Sidoarjo: Star Safira, 2012), 85.
[10] Abdul Qadir Djaelani, Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), 11-14.
[11] Ibid., 14-15.
[12] Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlak (Jakarta: AMZAH, 2011), 3.
[13] Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2007), 39.
[14] Ibid., 40-42.
[15] Lukman,Hubungan Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, http://lukmanamelyah.blogspot.com/2013/01/hubungan-ilmu-kalam-dengan-tasawuf-dan.html, diakses 10 September  2014, jam 19.20 WIB.

1 komentar: