Sabtu, 22 Agustus 2015

2. Hadist-Tanggungjawab Kepemimpinan




TANGGUNG JAWAB KEPEMIMPINAN

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hadist
Dosen pengampu Hisbullah
 

Disusun Oleh:
Nur Azizah                  ( 931332014 )
Mega Lestari                ( 931332414 )
Durrotul Masturin        ( 931332714 )



PRODI EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2015

KATA PENGANTAR

            Segala puji bagi Allah SWT berkat rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam kami curahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya bimbingan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.   Dosen mata kuliah Hadist, yang telah memberi ilmu dan pengarahan dalam makalah ini.
2.   Bapak dan Ibu yang telah memberikan doa sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
3.   Sahabat-sahabat yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
   Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sebagai balasan atas amal baik dari semua pihak yang telah disebutkan di atas. Sadar akan kekurangan dan keterbatasan yang kami miliki, kami mohon maaf jika ada penulisan yang kurang berkenan di hati bapak dosen dan juga pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.


     Kediri,  9 Maret 2015




                                                                                                       Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Gelar pemimpin umat layak diberikan kepada mereka yang mampu memecahkan segala persoalan yang dihadapi umat itu dan mengantarkannya dengan selamat sampai kepada tujuan yang dicita-citakan. Orang yang menghantarkan tidak selalu berjalan didepan, terkadang disamping, di tengah, dimana saja menurut jalan keadaan jalannya, diperlukan guna keselamatan orang yang diantarkannya.
Tidak hanya sekedar mengantar para anggotanya agar sampai pada tujuan yang diharapkannya. Seorang pemimpin juga harus memiliki suatu komitmen yang didukung oleh kemampuan, integritas, kepekaan terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi di sekelilingnya dan juga memiliki keberanian untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.
Namun dewasa ini, jika kita melihat realita yang ada sulit sekali kita mendapati pemimpin yang memiliki kriteria yang telah disebutkan di atas. Banyak pemimpin yang hanya mementingkan ego pribadi demi mementingkan kesejahteraan bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Mereka bersikap sedemikian rupa seolah-olah kepemimpinan mereka tidak akan dipertanggungjawabkan suatu saat nanti. Hal ini bisa jadi disebabkan karena kurangnya tingkat keimanan yang dimiliki oleh seorang pemimpin, sehingga ia terpengaruh oleh hal-hal yang negatif dan menyalahi aturan agama, bahkan aturan yang berlaku di tempat tersebut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan?
2.      Bagaimana hadist mengenai Setiap Muslim adalah Pemimpin?
3.      Bagaimana hadist mengenai Larangan Meminta diangkat menjadi Penguasa?
4.      Bagaimana hadist mengenai Tanggung Jawab bagi Pemimpin Kaum?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan
Dilihat dari sisi bahasa Indonesia “pemimpin” sering disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya.
Sedangkan istilah memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.
Istilah pemimpin dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang sama “pimpin”. Jadi pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan/kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Sedangkan kepemimpinan adalah suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi, sehingga dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi.
Menjadi pemimpin adalah amanah yang harus dilaksanakan dan dijalankan dengan baik oleh pemimpin tersebut, karena kelak Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya itu.[1]

B.     Setiap Muslim adalah Pemimpin
1)      Teks Hadist
حديث عبدالله بن عمر رضي الله عنهما. ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : كللكم راع فمسؤل عن رعيته فالا ميرالذي على الناس راع وهو مسؤل عنهم. والرجل راع على اهل بيته وهو مسؤل عنهم. والمراة راعية على بيت بعلها وولده وهي مسؤلة عنهم. والعبد راع على مال سيده وهو مسؤل عنه, الا فكللكم راع وكللكم مسؤل عن رعيته

Terjemahan Hadist
“Hadist Abdullah Bin Umar r.a bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Setiap kamu adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang amir yang mengurus keadaan rakyat adalah pemimpin. Ia akan dimintai pertanggung jawaban tentang rakyatnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin terhadap keluarga di rumahnya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya. Ia akan diminta pertanggung jawaban tentang hal mereka itu. Seorang hamba adalah pemimpin terhadap harta benda tuannya, ia akan dimintai pertanggung jawaban tentang harta tuannya. Ketahuilah, kamu semua adalah pemimpin dan semua akan diminta pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya.”
2)      Penjelasan
Kata kuncinya adalah kepemimpinan melekat kepada masing-masing individu, sesuai dengan tingkat kepemimpinannya. Setiap orang adalah pemimpin, minimal untuk dirinya sendiri. Memimpin diri sendiri adalah dengan cara menghindari segala aktifitas yang negatif, baik jasmani maupun rohani. Makan dan minum didapat dengan cara yang halal, meninggalkan makanan dan minuman yang makruh, apalagi yang haram. Di sini, kehalalan dan kesehatan dari makanan dan minuman menjadi perhatian utama.
3)      Kesimpulan
Bila ditinjau dari perannya, masing-masing punya panggung dan tanggungjawabnya sendiri. Siapapun mereka, baik seorang kepala rumah tangga, ibu rumah tangga, maupun para pembantu yang bekerja di rumah. Panggung dan peran tidak boleh ditukar. Semuanya harus proporsional. Seorang suami bertanggungjawab penuh kepada keluarganya, temasuk mencari nafkah secara optimal di sektor publik. Sementara istri, bertanggungjawab atas sektor domestik, di lingkungan rumah. Sedangkan para pembantu, bertanggungjawab atas pekerjaan yang diembankan kepadanya.
Panggung dan peran dalam kepemimpinan ini bila benar-benar dilaksanakan secara benar dan proporsional akan memunculkan harmonisasi. Tetapi bila panggung dan peran tertukar akibatnya juga akan terbalik-balik.[2]
4)      Biografi Perowih
Abdullah Ibn Umar ibn Al-Khattab adalah seorang sahabat Nabi yang berasal dari suku Qurays, keturunan Bani Adi. Ayahnya adalah Umar ibn al-Khattab r.a, Khalifah Rasulullah setelah Abu Bakar As-Shiddiq r.a. Ibunya Zainab binti Mazh’un ibn Hubaib al-Jumahiyah. Saudarinya adalah Hafshah binti Umar, istri Nabi Muhmmad SAW. Ia memeluk Islam bersama ayahnya. Hanya saja, memang ia berhijrah mendahului ayahnya. Mungkin karena itulah banyak yang mengira bahwa ia lebih dahulu masuk Islam dari pada ayahnya.
Ketika Rasulullah SAW menyeru kaum muslim untuk berjihad pada perang badar dan Uhud, beliau mengeluarkan dari barisan pasukan beberapa remaja yang dianggap belum cukup usia, termasuk di antaranya Abdullah ibn Umar, yang belum balig. Memang ada banyak remaja yang bersemangat ikut perang dan ingin meraih kesyahidan.
Perang Khandaq adalah perang pertama yang diikuti oleh Abdullah ibn Umar. Ia selalu berusaha mengikuti jejak langkah Rasulullah dalam segala urusan. Sepanjang hidupnya, Ia banyak menghabiskan waktu alamnya untuk beribadah kepada Allah dan mendirikan shalat malam. Pada suatu malam, seorang sahabatnya datang sambil membawa makanan. Abdullah bertanya, “Apa ini?” Sahabatnya menjawab, “Obat untuk mengenyangkan perut.”
Ibn Umar tersenyum dan berkata, “Untuk mengenyangkan perut? Sudah empat puluh tahun aku tidak pernah kenyang oleh makanan.”
Malik pernah mengatakan bahwa Ibnu Umar termasuk salah seorang imam kaum muslim. Selama enam puluh tahun ia memberi fatwa, baik di musim haji atau kesempatan lain. Misalnya, dalm sebuah kesempatan, Abdullah Abdullah ibn Umar berkata, “Berbuat kebaikan itu mudah: wajah berseri dan perkataan yang lembut.”
Ia ikut dalam banyak peperangan bersama kaum muslim lainnya, termasuk perang Muktah dan perang Yarmuk. Pada perang Yamamah ia ikut serta bersama pamannya, Zaid ibn al-Khattab. Ketika terjadi fitnah antara Ali dan Muawiyah, ia memilih mengasingkan diri, enggan terlibat dalam sengketa tersebut. Namun, di akhir hayatnya ia berkata, “Belum pernah aku merasakan penyesalan berkaitan dengan urusan dunia selain ketika aku tidak dapat ikut berperang bersam Ali melawan kelompok yang zalim.”
Ibn Al-Atsir menuturkan bahwa al-Hajjaj memerintahkan seseorang untuk membunhuh Ibn Umar dengan menancapakan tombak beracun ketubuhnya. Tombak itulah yang menewaskan Abdullah ibn Umar. Semoga Allah merahmatinya.[3]

C.    Larangan Meminta Diangkat Menjadi Penguasa dan Lebih Baik Meninggalkan Kekuasaan Jika Tidak Mendesak atau Tidak Ada Kebutuhan Untuk Itu
1)      Teks Hadist 1
حديث عبد الرحمن بن سمرة, قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم : يا عبدالرحمن بن سمرة ! لا تسأل الامارة, فإنك ان اوتيتها عن غير مسئلة أعنت عليها, وان اوتيتها عن مسئلة وكلت إليها, وإذا حلفت على يمين, فرأيت غيرها خيرا منها, فأت الذي هو خير, وكفر عن يمينك. ( متفق عليه )[4]
2)      Terjemahan Hadist
Hadist Abdurrahman Bin Samurah, ia berkata: “Nabi SAW bersabda: “Wahai Abdurrahman Bin Samurah! Janganlah engkau meminta jabatan, karena sesungguhnya jika kamu diberi jabatan tanpa memintanya maka kamu akan diberi pertolongan dalam mengembannya, tetapi jika kamu diberi jabatan atas permintaan maka jabatan itu diserahkan kepadamu sepenuhnya (tidak ditolong oleh Allah). Dan jika kamu telah bersumpah atas sesuatu hal, lalu kamu melihat ada perbuatan lain yang lebih baik dari pada sumpahmu itu, maka kerjakanlah perbuatan yang lebih baik dan bayarlah tebusan atas sumpahmu itu.“[5]
3)      Penjelasan
Adapun pemimpin yang besar adalah yang menguasai perkara-perkara orang muslim secara umum. Sedangkan kepemimpinan secara khusus, seperti pemimpin pada sebuah sektor di daerah-daerah yang mencakup pemerintahan yang lebih khusus.Sebagaimana dengan hadist di atas, seseorang dilarang meminta jabatan atau kedudukan, karena seolah-olah meminta jabatan agar kehidupan bagus, dan ia tidak memiliki bagian di akhirat nanti. Oleh karena itu, meminta jabatan dilarang.
4)      Pengesahan Hadist
Hadist diriwayatkan oleh Al-Bukhari (XI/516-Fat-h) dan Muslim (1652).
5)      Kosa Kata Asing
·      لا تسئل الامارة: janganlah engkau meminta kepemimpinan, khilafah atau yang lainnya, dan larangan ini bersifat mengharamkan.
·      أعنت عليها: Allah akan membantumu dengan dukungan untuk melakukan yang benar.
·      وكلت إليها: Diserahkan kepada dirimu sendiri.
·      حلفت على يمين: Kamu bersumpah atas suatu hal.
·      فرأيت غيرها خيرامنها: Kamu mengetahui ada yang lebih baik dari pada apa kamu bersumpah atasnya.
·      فأت : Kerjakanlah.
·      كفر: Bayarlah kafarat (denda).
6)      Kandungan Hadist
·      Larangan meminta atau mengincar hal-hal yang berkenaan dengan jabatan, misalnya jabatan gubernur, hakim, dan tugas-tugas umum lainnya, karena yang sering kali mendorong hal tersebut adalah kepentingan pribadi. Sedangkan orang yang takut untuk mengemban jabatan maka ia akan lebih berlaku adil karena takut terjerumus dalam perbuatan dosa.
·      Diperbolehkan menerima jabatan jika diperintahkan oleh khalifah atau ditentukan oleh badan yang berwenang.
·      Seorang hamba tidak akan mendapatkan keberhasilan kecuali atas pertolongan Allah SWT. Oleh karena itu, dia harus memenuhi sebab-sebab yang menunjukkannya ke arah itu. Sedangkan orang yang urusannya diserahkan oleh Allah SWT kepada dirinya sendiri, maka dia itulah orang yang gagal lagi merugi.
·      Tidak diperbolehkan memenuhi sumpah jika diketahui ada yang lain yang lebih baik darinya.
·      Kewajiban membayar kafarat bagi orang yang membatalkan sumpahnya. Dan hal itu boleh dilakukan setelah atau sebelum membatalkannya.
·      Di dalam hadist tersebut terdapat dalil yang membimbing untuk mendahulukan yang lebih baik dan lebih penting dalam kemaslahatan syari’at.


7)      Biografi Perowih
Imam Al-Bukhori
Abu Abdullah Muhammad Bin Ismail bin Ibrahim Bin al-Mughirah bin Bardizbah atau lebih dikenal Imam Bukhori (lahir 196 H/810 M-Wafat 256 H/870 M) adalah ahli hadist yang termasyhu diantara para ahli hadist sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah bahkan dalam kitab-kitab fiqh dan hadist, hadist-hadistnya memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadist ( pemimpin kaum mukmin dalam hal ilmu hadist ). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.
Imam Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab Ats-Tsiqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang bersifat subhat (ragu-ragu) hukumnya terlebih-lebih terhadap hal yang haram. Ayahnya adalah seorang ulama bermadzhab Maliki, seorang ulama besar dan ahli fiqih. Ayahnya wafat ketika Imam Bukhori masi kecil.
Imam Bukhori berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadist yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kta suci terutama Makkah dan Madinah, dimana di kedua kota suci itu dia mengikuti kuliah pada guru besar hadist. Pada usia 18 tahun dia menerbitkan kitab pertama Kazaya Shahabah wa Tabi’in, hafal kitab-kitab hadist karya Mubarak dan Waki bin Jarrah bin Malik. Bersama gurunya Syeikh Ishaq, menghimpun hadist-hadist shahih dalam satu kitab, dimana dari satu juta hadist yang diriwayatkan 80.000 perowi disaring menjadi 7275 hadit.
Imam Bukhori memiliki daya hafal tinggi sebagaimana yang diakui kakaknya, Rasyid bin Ismail. Sosok dia kurus, tidak tinggi, tidak pendek,kulit agak kecoklatan, ramah dermawan dan banyak menyumbangkan hartanya untuk pendidikan.

8)      Teks Hadist 2
- وعنه قال : قلت يارسول الله ألاتستعملني ؟ فضرب بيده على منكبي ثم قال : (( يا أبا ذر إنك ضعيف, وإنها أمانة, وإنها يوم القيامة خزي ونذامة, إلا من أخذهابحقها, وأدالذي عليه فيها )). (رواه مسلم)

9)      Terjemahan Hadist
Dari Abu Dzar juga, dia bercerita, pernah kukatakan: “Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak memberi jabatan kepadaku?” Maka beliau memukul pundakku dengan tangan beliau, lalu bersabda: “Wahai Abu Dzarr, sesungguhnya kamu orang yang lemah, dan sesungguhnya jabatan itu amanat yang pada hari kiamat kelak jabatan itu menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang berhak untuk menjabatnya serta menunaikan kewajibannya dengan sebaik-baiknya.” (HR. Muslim)
10)  Pengesahan Hadist
Hadist diriwayatkan oleh Muslim (1825)
11)  Kosa Kata Asing
·      تستعملني: Mengangkatku sebagai petugas untuk menjalankan suatu tugas.
·      منكبى : Pundakku
·      خزي وندامة: Terbongkarnya aib bagi yang tidak menjalankan kewajibannya, sehingga hal itu akan menjadikannya merasa menyesal.
·      بحقها : Dia pantas menyandang jabatan tersebut.
12)  Kandungan Hadist
·      Barang siapa mengejar kekuasaan maka tidak boleh diberi kekuasaan, karena Islam tidak akan memberikan kekuasaan kepada orang yang mengejar dan menuntutnya, tamak untuk mendapatkannya, serta bekerja keras untuknya dan orang yang paling berhak mendapatkannya adalah yang tidak menginginkan dan membencinya.
·      Kekuasaan itu amanat yang sangat besar dan tanggung jawab yang sangat berat. Oleh karena itu, barang siapa yang diberi kekuasaan untuk mengurusnya maka hendaklah dia memelihara dan menjaga hak dan kewajibannya, serta jangan sekali-kali dia mengkhianati janji Allah SWT dalam hal itu.
·      Keutamaan orang yang memegang kekuasaan dan dia memang berhak menyandangnya, baik dia seorang imam yang adil atau bendahara yang dapat dipercaya atau pekerja yang rajin.

D.    Tanggung Jawab Pemimpin Kaum
1)      Teks Hadist
ان العرافة حق ولابدللناس من العرفإ ولكن العرفإفى النار
2)      Terjemahan Hadist
Sesungguhnya kepemimpinan pada suatu kaum adalah hak, dan mestilah bagi manusia itu adalah pemimpin. Akan tetapi para pemimpin itu di dalam neraka. Diriwayatkan oleh Abu Daud dari seorang laki-laki dari ayahnya dari kakeknya.
3)      Sababul Wurud
Sebagian dari penduduk negeri Arab itu hidup di pinggir jalan yang dilewati musafir. Usaha mereka dengan membuka “warung nasi” (manhal) bagi kafilah. Setelah orang-orang itu masuk islam, pemilik mata air dari kaum itu menetapkan kewajiban menyerahkan 100 ekor unta sebagai jaminan keselamatan. Maka mereka pun selamat, yaitu setelah mereka masuk Islam. Unta-unta itu kemudian dibagi-bagikan kepada keluarga pemilik mata air (yang demikian penting artinya bagi penduduk di gurun pasir). Tetapi di antara mereka yang telah menyerahkan unta kepada pemilik mata air itu, memintanya kembali. Hal itu menimbulkan konflik, dan (karena mereka sudah masuk Islam), salah seorang pemimpin atau pemilik mata air itu mengadukan perkara itu kepada Nabi SAW.
Dengan mengutus salah seorang anaknya, “pergilah engkau menjumpai beliau. Katakanlah bahwa ayahmu menyampaikan salam. Dan jelaskan pula bahwa ayahmu menetapkan kewajiban menyerahkan 100 ekor unta atas kaumnya, yang kemudian unta itu dibagikan untuk keluarganya, sampai muncul protes agar unta-unta itu dikembalikan. Tanyakan pada beliau yang berhak atas unta itu, apakah ayahmu atau mereka (yang telah menyerahkannya)? Jika beliau menjawab, ayahmu yang berhak, atau menyatakan ayahmu tidak berhak, jelaskanlah bahwa ayahmu sudah tua dan beliau adalah pemimpin (arif) dan pemilik atas mata air tersebut. Katakanlah pula bahwa ayahmu memohon kiranya beliau sudi menetapkan bahwa ayahmu tetap menjadi pemiliknya”.
Anak si pemimpin kaum yang memiliki mata air tadi menjumpai Rasulullah SAW. Setelah beliau mendengar penjelasan dan permintaannya, beliau mengucapkan sabda di atas, yang intinya pemungutan unta semacam itu menyebabkan sang pemimpin (yang berkuasa) masuk neraka.
4)      Keterangan
Hadis di atas ditandai dengan “dhaif” oleh As-Sayuthi. ‘Irafah pengendalian urusan kaum dan siasat (politik) mereka. Maka ‘arif adalah pengendali atau orang yang memegang kekuasaan atas suatu kaum (golongan). Setiap kaum memang harus ada ‘arif pemimpinnya, yang mengurus dan menyelenggarakan segala keperluan mereka. “setiap kamu adalah penggembala, dan setiap kamu bertanggung jawab atas gembalaanmu.”
Terkadang orang menyia-nyiakan kekuasaan (kedudukan) tersebut, terutama yang menyangkut hak-hak orang yang dipimpinnya (ra’yyah), sehingga perbuatannya itu menyebabkan dia (diancam) akan menjadi penghuni neraka. Adapun yang menunaikan kewajiban dengan sebaik-baiknya dipandang sebagai imam (pemimpin) yang adil dalam menegakkan hak-hak rakyat (orang-orang yang dipimpinnya) dan menjalankan amanah Allah SWT yang dibebankan kepadanya. Bagi pemimpin yang adil ini, Allah SWT janjikan lindungan (naungan) baginya di hari kiamat kelak, pada saat tak ada lindungan kecuali lindungan dari Allah SWT.
Karena itu hendaklah setiap orang yang dibebankan bertakwa kepada Allah mengenai apa yang diamanahkan Allah SWT kepadanya.[6]


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1)      Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan/kelebihan di suatu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.
2)      Setiap orang adalah pemimpin. Memimpin diri sendiri adalah dengan cara menghindari segala aktifitas yang negatif, baik jasmani maupun rohani. Siapapun mereka, baik seorang kepala rumah tangga, ibu rumah tangga, maupun para pembantu yang bekerja di rumah. Panggung dan peran tidak boleh ditukar. Semuanya harus proporsional.
3)      Seseorang dilarang meminta jabatan atau kedudukan, karena seolah-olah meminta jabatan agar kehidupan bagus, dan ia tidak memiliki bagian di akhirat nanti. Oleh karena itu, meminta jabatan dilarang. karena yang sering kali mendorong hal tersebut adalah kepentingan pribadi. Sedangkan orang yang takut untuk mengemban jabatan maka ia akan lebih berlaku adil karena takut terjerumus dalam perbuatan dosa.
4)      Hendaklah setiap orang yang dibebankan bertakwa kepada Allah mengenai apa yang diamanahkan Allah kepadanya karena setiap pemimpin memiliki tanggung jawab masing-masing terutama dalam menyelenggarakan dan mengurus segala keperluan kaumnya. Seorang pemimpin yang menyia-nyiakan kekuasaannya diancam akan menjadi penghuni neraka sedangkan pemimpin yang menunaikan kewajiban dengan sebaik-baiknya (pemimpin yang adil) Allah janjikan lindungan baginya di hari kiamat kelak.



DAFTAR PUSTAKA

Ad Damsyiqi, Ibnu Hamzah Al Husaini Al Hanafi. Asbabul Wurud Jilid 2. Jakarta: Kalam Mulia, 2009.
Baqi,Muhammad Fuad Abdul. Terjemah Al-Lu’Lu Wal Marjan. Semarang: Al-Ridho, 1993.
Kinas, Muhammad Raji Hasan. Terjemah Nafahat ‘Athirah fi Sirah Shabath Rasulillah SAW. Jakarta: Zaman, 2012.
Mohammad, Herry. 44 Teladan Kepemimpinan Muhammad SAW. Jakarta: Gema Insani, 2008.
Rivai, Veithzal. Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.
Wirawan, Kepemimpinan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.



[1] Veithzal Rivai, Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Organisasi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), 2-3. Lihat juga Wirawan, Kepemimpinan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), 6.

[2]Herry Mohammad, 44 Teladan Kepemimpinan Muhammad SAW (Jakarta: Gema Insani, 2008), 50-51.
[3]Muhammad Raji Hasan Kinas, Terjemah Nafahat ‘Athirah fi Sirah Shabath Rasulillah SAW (Jakarta: Zaman, 2012), 101-103.
[4]Syaikh Salim Bin ‘Ied Al-Hilali, Syarah Riyadhush Shalihin ( Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2000), 699-700.
[5]Muhammad Fuad Abdul Baqi, Terjemah Al-Lu’Lu Wal Marjan (Semarang: Al-Ridho, 1993), 559-560
[6]Ibnu Hamzah Al Husaini Al Hanafi Ad Damsyiqi, Asbabul Wurud Jilid 2 (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), 3-4.

0 komentar:

Posting Komentar